Halo, Bantul!
Minggu pagi. Hari yang sangat erat kaitannya dengan waktu istirahat, refreshing, atau hal-hal lain yang berbeda dari rutinitas hari lainnya. Saya pada 11 September 2016, menghabiskan hari juga dengan berlibur. Bukan berlibur ke gunung atau ke pantai, melainkan berlibur ke masyarakat, mengingat kembali hakikat sebagai manusia. Menebar manfaat kepada sesama. Bukankah itu nilai kehidupan yang sebenarnya?
“Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali” – Tan Malaka
Bersama dengan Jendelist lainnya, saya memulai rutinitas baru, membuka lebaran baru dalam hidup saya. Kali itu adalah kesempatan pertama saya bergabung sebagai volunteer Jendela Jogja. Memilih lokasi di Bantul, saya menemukan banyak hal baru disana. Sederhana, tapi saya yakin ada banyak makna yang dapat saya manfaatkan untuk kehidupan saya nantinya.
Kami datang dengan keheranan karena menurut Jendelist lain, biasanya adik-adik sudah berkumpul di lokasi kami mengajar, tetapi pada saat itu tidak nampak satupun dari adik-adik tersebut. Akhirnya beberapa Jendelist mendatangi rumah-rumah disekitar untuk menjemput adik-adik. Terkumpul beberapa anak yang jumlahnya tidak lebih dari jari tangan. Kami memulai kegiatan dengan membaca. Minat baca mereka cukup baik, mereka sigap memilih buku dan membacanya (bagi yang sudah bisa) Mereka juga menunjukkan ketertarikan dengan beberapa hal, salah satunya; Matematika.
Beberapa saat kemudian, sebagian besar dari mereka meninggalkan buku-buku yang disediakan dan berlari menuju masjid, karena besoknya Idul Adha dan sapi baru saja datang. Hanya tertinggal seorang anak. Benar-benar hanya seorang anak. Setelah sekian lama, mereka tak kunjung kembali dan kami memutuskan untuk menjemput mereka. Lalu, apa yang kami temukan? Mereka sedang berkumpul dengan satu tablet ditengahnya, seorang anak memainkan game ditablet dan lainnya sebagai penonton. Berhasilkah kami menjemput mereka? Tidak. Namun kami meninggalkan mereka dengan satu keyakinan, mereka akan bosan dan akan mendatangi kami. Benarkah?
Benar perkiraan kami, ditengah permainan yang sedang kami lakukan; mencari kata dan membuat boneka kertas, akhirnya datang dua orang anak.
Permainan berlanjut, kemudian beberapa anak kembali datang dan meminta boneka kertas. Hingga terucap, “Besok ikut dari awal ya kalau mau boneka kertas yang bagus.” Nah, ambillah hati dari arah yang orang lain suka. Semoga perjumpaan kami selanjutnya menjadi perjumpaan yang lebih hangat. Lebih banyak adik yang dijumpai, lebih banyak kisah yang diingat. Sampai jumpa, Bantul!
Karena berbagi tak terbatas dari,
Karena menjadi hebat tak bisa sendiri,
Berbagilah!
Oleh : Norma Yuniar