Lompat ke konten

Curhatan Seorang Relawan Semester Akhir

Curhatan Seorang Relawan Semester Akhir

Minggu, 9 Oktober 2016 adalah waktunya relawan Jendela datang ke Turgo, sebuah desa kecil di selatan Gunung Merapi. Jika kalian adalah pembaca setia tulisan di web Jendela ini, kalian tentu tahu bahwa Turgo adalah lokasi Komunitas Jendela bermain dan belajar bersama anak-anak. Biasanya, ketika relawan Jendela datang, beberapa anak akan datang, berlari, menyambut, dan memanggil nama-nama relawan yang sudah mereka kenal. Bagi kami, itu selalu menjadi sambutan yang sangat menyenangkan. Tapi kedatangan kali ini sangat berbeda. Ketika kami datang, tidak ada satu anak pun yang kami temui. Jangankan disambut oleh teriakan ceria anak-anak, satu lambaian tangan lembut pun tak kami dapat. Lokasi tempat kami biasa bermain juga sangat sepi, beberapa rumah warga di dekat lokasi itu juga tertutup. Tak putus asa, kami pergi ke perpustakaan yang juga rumah dari seorang warga yang kami kenal. Hasilnya pun nihil. Selama beberapa menit kami berputar-putar mencari anak kecil yang mungkin duduk, bermain, mandi, atau tersesat di jalan, kami tidak peduli. Dalam kepala kami, hari ini adalah waktunya membuat prakarya dari botol bekas dan tidak boleh yang lain. Botol bekas, perekat, gunting, pensil mewarnai, dan semua alat-alat yang diperlukan sudah tersedia dan tidak mungkin kami pulang membawa kembali alat-alat itu tanpa membuat apa-apa.

Setelah beberapa menit berputar-putar dan bertanya pada beberapa orang yang kami tidak tahu siapa, seorang anak muncul. Tanpa berpikir panjang, kami mendatanginya dan memintanya untuk mencari dan mengajak teman-temannya yang lain. Karena sepertinya tidak terlalu menyenangkan bagi seorang anak berusia 12-an tahun bermain dengan tujuh orang berusia 20-24 tahun. Akhirnya, secara bertahap, tujuh orang lainnya datang dan bermain bersama kami. Namun, cerita tidak berakhir disitu. Saat kami bermain, seorang anak bercerita bahwa hari Minggu adalah waktunya belajar mengaji di Surau dekat lapangan tempat kami bermain. Ternyata mereka yang bermain bersama kami adalah para “pemberontak” kecil yang bosan dan malas mengaji. Tidak sampai disitu, seorang anak yang kami minta untuk menjemput teman-termannya ternyata sempat mendapat peringatan dari guru mengajinya karena dia dianggap menghasut teman-temannya untuk bermain bersama dengan kami (secara tidak langsung kami memiliki peran dalam mempengaruhinya untuk mengajak temannya membolos mengaji). “Kalau mau menculik teman-temannya yang lain, kamu harus mengaji dahulu,” begitu katanya menirukan guru mengajinya. Mendengar cerita tersebut, kami semua tertawa.

Sepengetahuan saya, Komunitas Jendela hadir di Turgo karena dahulu belum ada kegiatan yang dirasa cukup baik bagi anak-anak di daerah tersebut. Relawan-relawan Komunitas Jendela datang dan berusaha untuk mengisi kekosongan tersebut dengan membangun sebuah perpustakaan kecil dan mengajak anak-anak untuk membaca dan bermain. Tetapi saat ini ketika warga bisa memutuskan dan merencakan kegiatan yang baik bagi anak-anak mereka, ada beberapa pertanyaan penting yang sebenarnya harus kami jawab. Apakah mengadakan kegiatan setiap hari Minggu di Turgo masih bisa dilakukan? Apakah mengajak anak-anak bermain sehingga membuat mereka meninggalkan jadwal mengaji boleh dilakukan? Dan yang paling penting, Apakah kami (Komunitas Jendela) masih dibutuhkan disana?

Bagi saya pribadi, yang baru beberapa bulan menjadi relawan, ini pertanyaan yang sulit untuk dijawab dan tidak akan saya jawab dalam waktu yang singkat. Selagi berpikir jawabannya, saya mau mengerjakan skripsi dahulu karena sudah beberapa bulan ini saya tidak menjalin hubungan yang baik dengan dia. Tabik.

Jendelist mendampingi anak-anak membuat prakarya dari botol bekas
Minggu pagi lalu (9/10) Komunias Jendela mendampingi anak-anak di Turgo membuat prakarya dari botol plastik bekas
Peserta kegiatan tak seramai biasanya. Beberapa relawan sedang mengajarkan dan mencontohkan pembuatan prakarya secara langsung kepada tiap anak. Sementara beberapa relawan lainnya ikut menemani dan mencermati merekaTurgo tidak seramai biasanya
Sejumlah relawan mencontohkan pembuatan prakarya  kepada tiap anak. Beberapa relawan lain ikut menemani dan mencermati. Peserta kegiatan sedang tak seramai biasanya.
Prakarya botol plastik bekas oleh anak-anak Turgo dengan aneka corak
Prakarya botol plastik bekas oleh anak-anak Turgo dengan aneka corak

 

Oleh : Rijensa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *