[Quote of the day]
“Adik-adik Ngemplak membuat saya belajar untuk punya cinta yang sesederhana itu, sesederhana cuma mau buat kado, sesederhana doa semoga mama sehat selalu”
***
Kegiatan mingguan desa binaan Ngemplak yang bukan di hari Minggu ini dimulai dari rengekan beberapa adik secara berturut-turut selama 3 hari. “Mbak, kapan ada kegiatan lagi, aku udah libur loh!” “Mbak, ayooo main lagi!” “Mbak, aku udah libur!” begitulah sebagian rengekan mereka yang memunculkan ide membuat program kegiatan mingguan sekaligus memperingati Hari Ibu kali ini.
Kegiatan diawali dengan ice breaking game “Kotak Pos” di depan balai RW, game yang cukup favorit di kalangan adik-adik Ngemplak. Game ini bisa secara cepat mengumpulkan, menyatukan bahkan mendamaikan adik-adik yang biasanya perlu ekstra bujukan biaryang cewek mau main dengan yang cowok, biar yang umurnya sudah besar mau main dengan yang masih kecil. Game “Kotak Pos” yang seharusnya cukup sederhana untuk dimainkan ini menghabiskan waktu sekitar setengah jam lebih karna dimainkan lebih dari 30 orang.
Setelah ice breaking, cukup susah mengkondisikan adik-adiknya yang langsung memainkan gamelan yang ada di Balai RW. Beberapa kakak melancarkan beberapa bujukan dari yang lembut sampai sedikit keras. Tepuk semangat yang cukup aneh pun tercipta, “Satu.. dua.. tiga.. tepuk semangaat.. lalalala… semangat!!” tapi ternyata lumayan bisa menarik perhatian mereka. Seperti kata Mbak Shifa, salah satu Jendelist Jogja juga : “Mendapatkan perhatian itu sebuah keuntungan.”
Cukup susah mengarahkan 30an adik-adik yang sangat ceria dan penuh energi hanya dengan 8 Jendelist, dimana kami harus membagi menjadi beberapa PJ, mengawasi adik dengan berbagai tingkatan umur, tangis pun mulai berjatuhan. Dunia anak itu sungguh dalam. Mereka mudah mengatakan “aku sayang sama embak” saat kakak-kakak tidak bisa menuruti kemauan mereka dengan mudahnya kalimat itu berubah menjadi “embak jahat.”
Kegiatan dilanjutkan dengan membuat kado untuk ibu. Kado yang pertama adalah membuat origami hati dengan dipandu Mbak Ilak. Beberapa adik masih minta dibantu kakak-kakak Jendelist, beberapa yang sudah selesai satu tahap memaksa Mbak Ilak untuk segera ke tahap selanjutnya.
Kado kedua adalah surat untuk ibu. Adik-adik bebas menuliskan atau menggambar apa pun di surat itu, beberapa langsung mencari tempat yang nyaman untuk mereka berkarya. Ada yang langsung menggambar ibunya, membuat graffiti, menulis puisi, ada juga yang maunya membuat origami lagi untuk ditempel. Setiap anak perlu berkreasi menurut apa yang mereka mau dan sukai, kami cukup mengarahkan dan mengingatkan agar jangan lupa tambahkan ucapan terima kasih untuk ibu.
Beberapa isi surat dari adik-adik banyak yang cukup membuat saya tertegun. Ada seorang adik perempuan, setahu saya adik ini belum bisa membaca dan menulis lancar, makanya saya berniat mendekatinya untuk membantu dan membimbing. Saat saya amati, dia menuliskan surat lama sekali. Saya kemudian sedikit membaca suratnya, saya kurang bisa mengingat persis isi suratnya “Ibuku orangnya baik. Ibuku ada sangat jauh. Aku sayang ibu. Ibuku tidak galak. Ibuku jauh,” Yang terjadi kemudian, ada temannya yang bertanya padanya “Kamu kan ga punya ibu? Terus mau kamu kasih siapa?” dengan air mata yang hampir menetes, anak ini menjawab dengan lirih “Aku cuma mau buat kado.”
Ada lagi yang menuliskan surat untuk ibunya “Aku sayang sama mama. Tapi mama sekarang sibuk kerja. Semoga mama sehat selalu,” masih banyak lagi cerita dari adik-adik Ngemplak yang membuat saya belajar untuk punya cinta yang sesederhana itu, sesederhana cuma mau buat kado, sesederhana doa semoga mama sehat selalu.
Kado yang terakhir adalah membuat camilan bola-bola coklat. Adik-adik duduk secara berkelompok dan dibagikan bahan menurut arahan Kak Upik. Saat tahapan menghancurkan rotimarie hingga butiran halus, kebanyakan adik yang tidak sabar kemudian menggunakan pemukul gamelan untuk mempercepat tumbukan. Semoga ibu-ibu mereka tidak bertanya apakah proses membuat camilan bola-bola coklat ini higienis. Tapi saat melihat adik-adik ini membuatnya dengan penuh bahagia, biarpun mungkin sampahnya berserakan, mereka menumpahkan segala sesuatu dari susu coklat, remukan roti, meises dan sebagainya. Semuanya luluh saat ada anak yang bilang “Makasih ya mbak, semoga ibuku suka.”
Kegiatan hari ini belum selesai, setelah kakak-kakak Jendelist membersihkan Balai RW yang kami gunakan untuk berkegiatan, kami diajak adik-adik untuk berburu telolet. Satu hal yang saya dapatkan lewat fenomena telolet ini, entah apa yang anak-anak itu rasain. Kenapa tawa mereka bisa sebahagia itu cuma karna denger suara telolet. Terkadang ada bentuk bahagia yang seperti itu, yang sangat sederhana. Kalian mungkin belum bisa percaya kalau ada bentuk bahagia yang sederhana kalau belum ngalamin sendiri. ***
Oleh : Cece