[Quote of the day]
“Mereka menunjukkan kepadaku bahwa istimewa hadir bukan dari hal-hal yang besar, tapi dari hal-hal yang sederhana dan remeh-temeh, tergantung dari cara kita memandang”
***
Bagi sebagian orang, pergantian satu hari ke hari berikutnya hanyalah sekedar pergantian waktu pagi-siang-sore-malam kemudian pagi lagi. Terkesan monoton dan membosankan. Bahkan, ada yang menyerah dan mengatakan “hidup itu tidak berguna”, dan salah satu orang yang pernah menganggap sinis kehidupan itu adalah aku.
Pandangan hidup nan cemen itu sedikit demi sedikit mulai berubah. Banyak hal istimewa yang kujalani akhir-akhir ini. Satu di antaranya adalah ketika aku mengikuti agenda dari Komunitas Jendela Jogja untuk berkunjung dan menyapa anak-anak di Bantul.
Hari itu adalah pertama kali aku mengikuti kegiatan Open House-nya Jendela Jogja. Awalnya, memang terasa canggung dan kaku untuk ngobrol dengan anak-anak di sana. Tapi, canda, tawa, dan keceriaan mereka menghilangkan kecanggungan itu. Seolah-olah ada energi yang entah dating dari mana membawaku ke dunia mereka. Bermain dan tertawa membuatku lupa sejenak menjadi mahasiswa dan menikmati keceriaan masa kecil yang kembali terulang hari itu.
Kebetulan, aku menjadi pendamping di pos II yang mempraktikkan tentang gunung vulkanik sederhana, balon anti api, dan peniup balon otomatis. Saat praktikum gunung vulkanik, tampak antusias di mata mereka seolah olah melihat sebuah berlian indah peninggalan suku maya yang diasah oleh Barack Obama. Padahal, itu hanyalah gundukan tanah dari pekarangan balai desa yang dibuat meyerupai gunung oleh tanganku. Oh, betapa istimewanya gundukan tanah itu di mata mereka.
Ketika mempraktikkan balon anti api, lagi-lagi terlihat antusiasme tingkat dewa terpancar dari bola mata mereka. Mungkin banyak orang dewasa yang sudah tau bahwa balon udara yang diisi air tidak akan meledak ketika dibakar dan itu adalah hal yang biasa. Tapi, anak-anak ini seolah melihat penemuan terbesar di abad 21. Saat salah seorang Jendelist berkata “Ayo, siapa yang mau isi airnya?” sontak mereka semua berebutan. “Aku!!!” kata salah seorang dari mereka. “Aku aja sini,” kata yang lain sembari merebut balon itu. Setelah terisi penuh, kakak pendamping kembali berkata “Sekarang, siapa yang mau tiup?” Lagi-lagi mereka rebut berebutan. Oh, betapa istimewanya balon itu di mata mereka.
Praktikum balon yang mengembang tanpa ditiup kembali menjadi cerita ajaib bagi mereka. Bagaimana tidak, hanya bermodalkan botol plastik dan bahan sederhana lainnya, sebuah balon mengembang dengan sendirinya. Mata mereka kembali membulat menunjukkan antusias sambil berkata serentak “Woaaaaah. Kok bisa?” Ekspresi mereka itu membuat kita betah berlama-lama memandanginya. Sungguh indah. Oh, betapa istimewanya tatapan mereka itu.
Dari merekalah aku belajar banyak bahwa pergantian hari akan selalu monoton, pagi-siang-sore-malam. Namun, menjadikannya membosankan atau tidak itu adalah pilihan kita. Mereka menunjukkan kepadaku bahwa istimewa hadir bukan dari hal-hal yang besar, tapi dari hal-hal yang sederhana dan remeh-temeh, tergantung dari cara kita memandang. Seperti pandangan mereka yang mengubah semua hal sederhana menjadi istimewa, seperti gundukan tanah menjadi gundukan tanah yang istimewa, balon udara menjadi balon udara yang istimewa, dan tatapan kagum menjadi tatapan kagum yang istimewa.
Hari itu adalah hari monoton yang istimewa. Bersama rekan-rekan Jendelist yang istimewa. Bersama anak-anak yang istimewa. Di daerah yang Istimewa, Yogyakarta.
***
Rajab Al Fatih
Yogyakarta, 18 Januari 2017