[Quote of the day]
“Kami pun senang berpetualang, mengeksplor diri kami sendiri, melalui titik limit batas kami sendiri. Tapi kami akan tetap pulang, esok hari.”
***
Suasana savana Merbabu sore itu sangat sendu, cuacanya cerah bahkan terkesan agak panas. Padang rumput luas disertai beberapa pohon besar adalah hal yang hanya bisa dinikmati oleh mata. Tidak ada hiruk pikuk kota, tidak ada pertanyaan kamu mau jadi apa? Yang ada hanya cerita, kopi, dan kita. Ya, sore itu kita memutuskan untuk singgah di savana Merbabu, menikmati hal yang indah sebelum esok memutuskan untuk kembali ke kota. Tenda sudah berdiri, trangia sudah menyala, dan air siap tersaji. Sore itu kita menyepakati kalo hanya kopi, beberapa potong buah, dan cerita yang menjadi menu untuk menambah kalori. Kita mengundi siapa dulu yang harus memulai bercerita dan aku mendapatkan urutan terakhir untuk bercerita.
Cerita pertama adalah cerita soal kawan yang tidak tahu harus berbuat apa, ketika ia merasa ditinggalkan oleh beberapa temannya yang lebih memilih mencari teman baru karena terlalu banyak berekspektasi terhadap hal yang hanya mereka lihat dari luar. “Don’t judge book by its cover” bisa menjadi dua mata pisau yang berbeda. Mungkin cerita teman yang pertama ini adalah salah satunya. Beberapa teman yang meninggalkan hanya melihat tampilan bagus dari apa yang ia kerjakan. Padahal ketika teman-teman ini masuk dan berkegiatan tidak ada hal yang menarik sama sekali bahkan membosankan. Cerita pertama pun berakhir dengan kalimat “harusnya teman-teman low expectation, high contribution” karena kita semua masih belajar berkembang dan berkembang terus.
Lalu temanku, ia teman yang paling lugu. Ia bercerita, beberapa teman aktif dalam pertemanan lainnya. Teman-teman yang aktif ini berusaha membandingkan pertemanan yang disini dan disana. Ia hidup sebagai petualang mencari tujuan dan kepuasan. Beberapa teman bisa dengan adil membagi waktu nya terhadap pertemanan. Lebih banyak lainnya bahkan hanya meninggalkan harapan pertemanan di tempat yang lain. Padahal temanku ini, sangat susah untuk memulai pertemanan. Ia bahkan terlalu lugu untuk mengerti bahwa beberapa teman hanya datang untuk mencari suasana baru yang tidak ia dapatkan dalam pertemanan lainnya. Cerita kedua pun berakhir dengan kalimat “harusnya teman-teman menetapkan tujuan apa yang akan kalian tetapkan dalam pertemanan”.
Cerita ketiga, beberapa potong apel dan pear masuk ke dalam mulut temanku sebelum ia bercerita. Sepertinya hal yang akan ia keluarkan terlalu berat sehingga memerlukan asupan kalori. Ia memulai cerita dengan pertanyaan, apakah ada teman yang tidak menyambut kedatangan teman yang sudah lama tidak kelihatan? Lalu sambil sesekali menyeruput kopi, ia bercerita perihal teman lama yang beberapa kali ikut kegiatan tapi dengan kesibukan mereka sudah lama mereka tidak kelihatan. Setelah kesibukan mereka selesai, ada hal yang simpel yang ternyata membuat mereka belum juga kelihatan. Perasaan malu sudah lama tidak melakukan kegiatan bersama teman. Mereka memilih menahan rindu tidak bertemu teman daripada membuang rasa malu mereka. Bukankah teman yang baik akan membuka kedua tangan ketika teman lama kembali kelihatan?Berkali-kali ia menggaruk kepala dan berpikir bagaimana menangani hal yang seperti ini. Ia pun mengakhiri dengan kalimat “pulang malu, tak pulang rindu” hal yang sering ia lihat di belakang truk di jalur pantura.
Selanjutnya giliranku bercerita, cukup panjang aku menarik nafas. Memilih kata yang tepat, kata yang pas untuk ceritaku. Setelah beberapa menit terdiam, aku bercerita kalau aku mengalami ketiga hal di atas sekaligus beberapa saat ini. Cerita teman pertama, kedua, dan ketiga adalah cerita yang aku alami. Kehilangan teman yang punya ekspektasi ketinggian, kehilangan teman yang berpetualang kesana kemari dengan tujuan dan kepuasan, dan kehilangan teman yang memilih menahan rindu daripada malu. Sengaja aku tambahkan gula ke dalam kopiku, karena aku tahu cerita ketiga temanku akan pahit. Berbeda dengan beberapa saat lalu, ku seduh kopiku yang pahit karena mendengar cerita teman yang manis. Maaf aku tidak bisa bercerita, karena apa yang kalian alami, aku mengalaminya juga.
Aku hanya berpesan, “petualang yang baik selalu rindu akan pulang”. Dan kami berempat menerima kedatangan kalian, karena tentu kami pun senang berpetualang, mengeksplor diri kami sendiri, melalui titik limit batas kami sendiri. Tapi kami akan tetap pulang, esok hari. Kami tetap harus kembali ke kota dengan hiruk pikuk nya, dengan pertanyaan mau jadi apa? Walaupun di savana Merbabu ini kami mendapatkan keindahan. Karena pertemanan kami adalah keluarga dengan segala macam kekurangan dan cacian.
Savana Merbabu, 15 April 2017
Enak dibaca, mantapp????