“Kenikmatan mempunyai kesempatan ketika melayani dan mengajari anak-anak untuk gemar membaca merupakan hadiah manis yang harus dicapai para relawan”
***
Komunitas Jendela Jogja kembali melakukan kegiatan rutinnya di daerah Bantul pada hari Minggu, 3 September 2017. Relawan berkumpul pukul 09.00 pagi di Masjid Bantul. Momen pada hari itu merupakan kali pertama bagi beberapa relawan baru untuk melayani anak-anak di daerah Bantul. Lokasi kegiatan Komunitas Jendela Jogja di Bantul berada di rumah Kepala Dukuh, suatu tempat berkumpul untuk warga. Di sana, terdapat sebuah rak yang berisi buku-buku bacaan. Pukul 09.15, belum ada anak-anak yang berkumpul di tempat tersebut. Hal itu merupakan kesempatan bagi para relawan untuk mempersiapkan acara yang nantinya terdiri dari beberapa pos. Sampai pada beberapa menit kemudian, belum terlihat banyak anak yang mau datang kesana. Entah seperti apa dan mengapa sebabnya, namun dapat diasumsikan bahwa mereka tidak melihat sebuah kegiatan yang menyenangkan di tempat itu.
Jam setengah sepuluh pagi, hanya ada dua sampai tiga anak yang mau mengikuti para relawan untuk membaca buku. Namun itu bukan suatu masalah, bagi para relawan yang baru, di situlah puncak nikmatnya. Kenikmatan mempunyai kesempatan ketika melayani dan mengajari anak-anak untuk gemar membaca merupakan hadiah manis yang harus dicapai para relawan.
Memang, tidak semua anak-anak dapat dijangkau dan didekati dengan awalan membaca buku. Untungnya, relawan membawa alat permainan yang ternyata merupakan penyelamat kegiatan siang itu. Alat itu adalah permainan ular tangga yang dapat dimainkan langsung oleh pemainnya. Jadi, tersedia peta besar permainan dan satu buah dadu yang cukup besar. Awalnya, hanya dua anak yang menjadi peserta permainan dan didampingi oleh dua orang relawan. Dari kejauhan, ternyata ada beberapa anak yang sudah berkumpul menyaksikan keceriaan permainan itu. Memang benar adanya, memahami anak-anak memerlukan teknik tertentu. Tidak semua cara dapat digeneralisasikan dan diterapkan ke semua anak. Perlu diakui bahwa permainan ular tangga merupakan permainan yang menyenangkan. Anak-anak berebut dan berteriak untuk dapat segera menuntaskan permainan dan menjadi pemenang. Namun, tentu saja hal itu bukan sesuatu yang mudah. Berulang kali mereka gagal dan mencoba lagi.
Permainan ular tangga itu pun tidak hanya sebatas mainan saja. Terdapat pesan-pesan khusus dalam rintangannya. Salah dua contohnya adalah seperti: ketika mendapat keberuntungan untuk naik tangga ke atas, bertuliskan “Sayangi Temanmu”, atau ketika mendapat jackpot untuk turun tangga ke bawah, bertuliskan ”Berteriak ke Teman”. Dua hal tersebut merupakan sesuatu yang menarik. Anak-anak dapat bermain sekaligus belajar. Ternyata, tidak selamanya belajar memerlukan media yang membosankan. Beberapa anak yang tadinya hanya mengamati permainan dari kejauhan, mendekat juga. Sampai pada akhirnya, para relawan cukup bahagia dengan jumlah anak-anak di situ. Kehebohan dan keberhasilan dari permainan ular tangga, digunakan para relawan untuk tetap menjalankan pos-pos kegiatan yang sudah dibentuk. Jadi, setelah anak-anak mampu melewati angka 100 pada permainan ular tangga, mereka melanjutkan ke pos tebak gambar cerita.
Ada kumpulan gambar dan potongan-potongan tulisan berparagraf yang harus mereka susun. Tahu dimana esensinya? Anak-anak harus membaca tulisan berparagraf tersebut dahulu, baru mereka mampu menyusun gambar-gambar yang melambangkan cerita yang diceritakan. Sambil menyelam minum air, anak-anak mampu membaca, menganalisis cerita, dan meruntutkan sebuah peristiwa. Tidak semua anak mampu membaca dengan lancar, bagi mereka yang masih belum bisa membaca dengan lancar, berada di pos mewarnai.
Suatu hal yang perlu dipahami, masih banyak anak yang mengkhawatirkan tentang nilai. Jadi, ketika beberapa anak sudah selesai mewarnai gambar, mereka berebutan menanyakan jumlah nilai yang mereka dapat dari hasil warna tersebut. Memperlakukan anak-anak tidak boleh sembarangan. Respon atau tanggapan dari relawan ketika mendapat pertanyaan dari anak-anak merupakan suatu hal yang harus benar-benar diperhatikan. Relawan harus tahu teknik-teknik dalam berkomunikasi dengan anak-anak. Hal itu merupakan seni, sama halnya dengan mewarnai gambar. Sesuatu yang tidak dapat diidentifikasi secara kuantitatif. Jadi, seperti itu rasanya menjadi relawan di Komunitas Jendela Jogja. Semua sama-sama belajar, sama-sama dari awal, dan dimulai dari dasar. Kegiatan di Bantul selesai di siang hari, sekitar jam setengah dua belas. Entah sampai mana efek para relawan untuk anak-anak. Namun mungkin, menemani mereka untuk menghabiskan waktu di hari Minggu pagi dengan kegiatan positif ada manfaatnya. Ya, semoga.
Written by Andika Jati Nugroho