Suara riuh terdengar sejak pukul 07.00 pagi di RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak) Sungai Bambu, Tanjung Priuk, Jakarta Utara (13/5). Puluhan warga Sungai Bambu terlihat mengelilingi area utama RPTRA, di mana lima anak kecil terlihat sedang menampilkan sebuah tarian tradisional pagi. Gerakan mereka lincah nan gemulai mereka ternyata mampu membuat warga yang menonton tak beranjak dari tempat duduknya. Sebelumnya, kelompok angklung juga ikut meramaikan RPTRA Sungai Bambu pagi itu. Mereka membawakan beberapa lagu tradisional dan daerah.
Keramaian pagi itu bukan tanpa alasan. Para warga berbondong-bondong datang untuk ikut merayakan hari jadi RPTRA Sungai Bambu yang ke-3. Tak mau kalah, Komunitas Jendela Jakarta pun ikut memeriahkan acara dengan menampilkan Doling (Dongeng Keliling) yang dibawakan oleh Kak Fazza Alana dan berkolaborasi dengan Desa Pendidikan FIS (Fakultas Ilmu Sosial) Universitas Negeri Jakarta.
Menjelang jam makan siang, pertunjukan dongeng oleh Kak Lana, sapaan akrab untuk Kak Fazza Alana pun dimulai. Sebelum makan siang dimulai, para adik-adik terlihat sudah duduk rapih tepat di depan Kak Lana berdiri. Siang itu, Kak Lana membawakan sebuah dongeng yang berjudul “Orang Kaya yang Pelit” ditemani oleh teman bonekanya yang bernama Alma.
Dongeng ini mengisahkan seseorang yang memiliki kekayaan bernama Pak Gendung. Salah satu kekayaannya adalah kebun kurma yang sangat luas, dan berisi 5.000 pohon kurma di dalamnya. Suatu hari ada dua orang yang datang ke kebun kurma nya, yaitu seorang nenek dan anak kecil. Saat itu, keduanya sedang dalam kondisi kelaparan dan meminta kepada Pak Gendung tiga butir kurma untuk dimakan.
Terkenal pelit, sombong, dan tamak, Pak Gendung tidak memberikan satu butir kurma pun kepada mereka. Keduanya pun pergi dengan masih menahan rasa lapar di perutnya. Mereka berdoa agar Allah menghukum Pak Gendung karena telah mendzoliminya. Pak Gendung pun pulang ke rumah ditemani oleh prajuritnya.
Di tengah perjalanan, rasa penasaran pun menghampiri prajurit Pak Gendung. Ia pun menanyakan alasan mengapa Pak Gendung tidak mau memberikan kurma kepada nenek dan anak kecil tersebut. Ternyata, Pak Gendung khawatir kalau pohon kurmanya akan habis dan dia jatuh miskin. Singkat cerita, sesampainya di rumah, ia pun merebahkan diri di kamarnya dan tertidur pulas karena kelelahan.
Melihat kelakuannya yang kurang baik, Allah SWT pun menghukum Pak Gendung yang saat itu sedang tertidur dengan menurunkan petir yang akhirnya membakar habis seluruh pohon kurma di kebunnya. Begitu ia bangun dan melihat kebun kurmanya yang tinggal debu, ia sedih dan menangis. Pak Gendung pun menyesal atas perbuatannya yang tidak mau berbagi kepada yang membutuhkan. Kini, setelah pohon kurma Pak Gendung sudah ditanam kembali dan panen, ia tidak segan untuk memberikan buah kurmanya kepada para tetangga, teman-teman, dan orang-orang yang kelaparan.
Dari kisah di atas, Kak Lana mencoba untuk mengajarkan adik-adik di RPTRA Sungai Bambu agar tidak pelit dan sombong, serta mau berbagi kep“ada yang membutuhkan. Kak Lana juga memasukkan unsur Islami di dalam dongeng yang dibawakannya. Dalam kisah Orang Kaya Yang pelit, ia mencoba menjelaskan kepada adik-adik bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang pelit, tamak, dan sombong seperti Pak Gendung. Mereka juga diajarkan untuk saling berbagi kepada sesame, terutama yang membutuhkan.
Setelah dongeng usai, Kak Lana pun mengajak adik-adik untuk berkenalan dengan Alma, boneka yang selalu menemaninya saat mendongeng. Mereka nampak antusias saat berbincang-bincang dengan Alma yang lucu dan lincah.
Acara hari itu pun diakhiri dengan sesi foto Kak Lana bersama adik-adik RPTRA Sungai Bambu, dan dilanjutkan dengan pembagian makanan ringan oleh kakak-kakak dari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Jakarta.
Divisi Media, Jendela Jakarta.