Lompat ke konten

Mengajar untuk Belajar

Aku bukanlah orang yang pandai dalam mengajar. Aku juga tidak pintar dalam mata pelajaran. Tetapi, hati dan raga ini ingin bergerak untuk selalu belajar. Belajar hal-hal baru yang membuatku punya kebermanfaatan.

Kupaksakan diriku bangun di tengah waktu istirahat Minggu-ku. Kupacu motor Vario dari Setia Budi ke Manggarai. Sambil kubuka handphone untuk maps sambil sesekali bertanya kepada hatiku “Lo serius  mau ngajar? Inget  Ardan, Lo enggak pandai”.

Akhirnya, standar motor kuturunkan. Sempat binggung, ternyata aku datang terlalu pagi. Hati kecilku Kembali berbicara. “Balik ke Setia Budi aja deh”. Belum sempat kuangkat standar motorku, ada adik-adik yang menyapa sambil tersenyum “Kakak relawan baru ya?” Melihat senyum mereka, hatiku berbicara lagi “Sepertinya, tidak ada salahnya untuk dicoba.”

Awal kali masuk ke perpus aku lewat pintu, (bukan lewat jendela ya). Kunyalakan kipas dan lampu. Aku bersihkan lantai perpus dengan sapu yang berada di balik pintu. Beberapa menit menunggu, akhirnya ada kakak-kakak relawan datang dan menghampiriku.

Kegiatan belajar mengajar pun dimulai. Aku dapat jatah mengajar di kelas B, dengan sikap sok tenangku, aku mencoba Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan kemampuan yang kubisa. Respon mayoritas adik-adik adalah malas belajar denganku. Dalam hatiku berkata “Mereka kok begini amat ya? Ini aku yang salah atau mereka yang salah?” Kurang lebih 45 menit kita berkegiatan KBM. Akhirnya pikiran dan ragaku bisa bernafas.

Minggu depannya  kembali kupacu motor varioku. Sesampainya di Perpus  Manggarai. Aku tidak langsung masuk ke perpus. Aku coba bercengkrama dengan Mpok Nas (penjual mie goreng legend). Dari Mpok Nas aku banyak mendapat informasi tentang karakter adik-adik. Memang, karakter adik-adik di Perpus Manggarai adalah jaim-jaim (jaga image) tapi ingin diperhatikan 😊.

KBM pun dimulai dan aku memilih untuk mengajar kelas B lagi. Belum sempet aku buka KBM, ada celetukan adik-adik  “Aku enggak mau les, kalau yang ngajar Kak Ardan!”. Mendengar kata-kata itu, hati dan ragaku tersungkur. Rasanya seperti saat ditangkap polisi karena melewati jalur cepat Jembatan Semanggi. Aku pun berusaha mengontrol emosiku, aku pun mengajak adik-adik untuk bercanda terlebih dahulu sebelum kegiatan KBM. Perlahan suasana mencair dan adik-adik mulai bisa menerima kedatanganku.

Akhirnya aku menyadari , bahwa bukan hanya adik-adik yang belajar, kita pun selaku  tim pengajar juga banyak belajar tentang cara mengajar yang tepat untuk adik-adik. Jadi kesimpulanku adalah MENGAJAR UNTUK BELAJAR dan COBA AJA DULU adalah dua kalimat yang menjadi penyemangatku dalam berkegiatan di Jendela Jakarta.

Melalui ajakan dari temanku yaitu Mbak Ayu Nofitri. Untuk pertama kalinya, kuberanikan diri terlibat dalam kegiatan di Komunitas Jendela Jakarta. First impression tentang Komunitas Jendela Jakarta adalah “Aku sepertinya salah mengikuti komunitas, deh. Aku kan paling benci membaca buku”.

(M. Y. Ardan, Jendelist Jakarta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *