Bergabung di Komunitas Jendela Yogyakarta merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya. Walaupun tergolong masih merupakan volunteer yang baru, saya sangat antusias sekali dalam mendedikasikan apa yang saya punya. Jumat, 4 Desember 2015 lalu saya pun mengikuti briefing yang pertama kalinya, karena ternyata kegiatan biasanya akan direalisasikan pada hari minggu. Pada briefing itu, kami menentukan daerah mana saja yang akan kami kunjungi, kegiatan apa yang akan kami adakan dan materi apa yang akan kami bagikan. Tibalah untuk pemilihan tempat kunjungan, dan saya memilih daerah Sapen, salah satu daerah pinggiran Yogyakarta sebagai daerah pertama untuk saya kunjungi.
Biasanya hari Minggu adalah hari dimana saya tidak melakukan aktivitas sama sekali. Namun, hari Minggu, tanggal 6 Desember 2015 adalah waktu yang saya tunggu-tunggu karena rasa penasaran terhadap apa yang teman-teman Komunitas Jendela di sana. Terlebih lagi, ini adalah pengalaman pertama bagi saya. Saya merasa khawatir terhadap banyak hal, seperti anak-anak yang tidak menyukai saya, kelelahan karena kalah energi dari anak-anak, dan rasa canggung terhadap mereka. Namun, begitu pun, saya tak patah arang, karena saya tidak sendiri. Saya bersama-sama dengan teman-teman Komunitas Jendela.
Minggu, 6 Desember 2015 pun tiba. Biasanya saya bangun siang, namun kali ini saya bangun lebih awal dan segera meluncur ke titik kumpul yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu di depan Indomaret yang letaknya sekitar Universitas Islam Negeri (UIN). Tepat pukul 08.00 pagi saya sudah sampai di titik kumpul dan teman-teman yang lain pun sudah menunggu. Setelah para personil lengkap, kami pun merapat ke daerah Sapen dengan melewati rel kereta api dan ditemani sang sinar surya dan udara pagi.
Sampailah kami pada balai warga setempat. Di sana sudah ada beberapa anak yang menyambut kami. Seorang anak, sekitar tujuh tahun mendatangi kami dan mulai menyalami kami satu persatu. Saya masih ingat nama anak itu adalah Zahra. Dia sangat ramah dan mungkin termaksud anak yang bersifat ekstrovet. Teman-teman komunitas jendela yang lain pun mulai sibuk mempersiapkan alat-alat dan tempat, sebagian lagi sibuk mencairkan suasana dengan anak-anak lain, sedangkan saya masih diam terpaku hingga pada akhirnya saya berusaha untuk melakukan pendekatan kepada anak-anak lain dan it seemed work, hahahaha…
Mengingat zaman sekarang ini, banyak anak-anak lebih memilih gadget sebagai teman bermain dibanding teman sebaya, kami memilih permainan tradisional sebagai tema materi dan kegiatan pada hari itu. Permainan yang kami akan bawakan adalah Ular Naga dan Cublak-Cublak Suweng dan berharap semua anak-anak pasti akan menikmati. Setelah anak-anak kumpul, kegiatan pun kami mulai dengan aktivitas membaca. Teman-teman yang lain sudah mempersiapkan buku-buku untuk anak-anak. Dan benar saja, tak lama berselang buku diluncurkan, anak-anak pun antusias untuk memilih buku yang diinginkan dan meminta kami untuk menjelaskan apa yang mereka tidak tahu mengenai buku itu.
Saya melihat ada semangat dan courios yang besar dalam diri mereka. Betapa sangat disayangkan apabila keadaan yang demikian tidak diperhatikan. Wajah anak-anak di sana sangat lugu, namun mereka memiliki energi yang tinggi. Kami pun mulai sibuk membimbing anak-anak kecil di Sapen. Berharap “kertas-kertas yang belum terisi penuh ini” dapat kami isi dengan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka. Para kakak pembimbing pun mulai menstimulasi anak-anak mengenai buku-buku yang dipilih mereka, dan beberapa dari anak-anak juga memilih untuk mewarnai gambar dengan crayon.
Tiba-tiba pagi itu diguyur hujan. Namun, rasa dingin tersebut diabaikan oleh anak-anak dan mereka tetap semangat. Melihat hal tersebut, tentu kami pun tak mau kalah semangat. Suara kami pun bersaing dengan suara hujan yang jatuh ke atas genteng, seakan-akan ingin mengganggu kegiatan kami. Cukup puas dengan kegiatan kognitif tersebut, kami melanjutkan pada kegiatan motorik yang selainjutnya. Mas Rafi, selaku penanggung jawab pun telah menyiapkan suatu video mengenai pameran yang ditampilkan anak-anak Sapen. Mereka menonton dengan serius dan berusaha untuk mencari dimana mereka di dalam video itu. Setelah itu kegiatan dilanjutkan ke bagian permainan. Ya, permainan tradisional tentunya. Awalnya anak-anak enggan mengikutinya. Namun, pada mereka bisa diajak untuk bergabung bersama. Sebelumnya Mas Rafi terlebih dahulu bercerita mengenai permainan tradisional dan menstimulasi pengetahuan anak-anak mengenai permainan tersebut.
Setelah itu, kami mulai dengan permainan Cublek-Cublek Suweng, dimana saya melihat salah seorang anak, saya lupa namanya, sangat antusias sekali dalam menyanyikan lagu tersebut, Saking antusiasnya dia menyanyi, malah dia yang memberi tahu kertas itu di tangan siapa. Dan kami tak bisa marah, dan hanya tertawa saja. Permainan selanjutnya adalah Ular Naga. Saya ikut juga membimbing anak-anak dalam permainan ini. Anak-anak sangat bersemangat sekali. Saya sudah merasa pening karena keliling-keliling, namun anak-anak makin bersemangat. Tak sadar, hujan pun sudah berhenti, namun masih ada beberapa anak yang masih bermain permainan tersebut. Di lain sisi anak-anak yang lain sedang bermain chain guessing word, dimana anak-anak harus menebak atau mencari kata yang awalnya merupakan akhir kata yang disebutkan oleh temannya sebelumnya, baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia.
Tak terasa waktu pun berlalu. Hari sudah menunjukkan pukul 11.30. Anak-anak pun sudah kelihatan lelah, walaupun ada dari mereka yang tampaknya menginginkan kami tetap di balai lebih lama. Mereka pun berpamitan dan tak lupa menyalam kami satu persatu. Setelah anak-anak pulang, para relawan mengadakan evaluasi mengenai kegiatan yang telah dilaksanakan. Berharap, ketika kunjungan selanjutnya dapat terealisasi lebih baik lagi. 😉
By: Devi M. Saragi