Lompat ke konten

Resensi Novel: Hujan Bulan Juni

Baru kali ini mereka menyadari bahwa kasih sayang mengungguli segalanya menembus apa pun yang tidak bisa dipahami oleh pengertian pinggir jalan tidak akan bisa dicapai dan tidak bisa dibincangkan dengan teori metode dan pendekatan apa pun bahwa kasih sayang ternyata tidak cabul ternyata terasa semakin pesat lajunya … (Sapardi 2015: 44-45).

resensi-novel-hujan-bulan-juni

 

 Judul               : Hujan Bulan Juni

Peresensi          : Shofi Ayudiana

Penulis               : Sapardi Djoko Damono

Penerbit             : PT Gramedia Pustaka Utama

Tebal                  : 135 halaman

Cetakan             : kedua Juli 2015    

 

 

Tidak ada aturan khusus dalam menciptakan sebuah karya sastra. Penulis bisa dengan bebas menciptakan cerita mereka sendiri tanpa berpijak pada aturan-aturan mengenai tema, alur, plot, atau bahkan bahasa dan penulisan kata atau kalimat dalam ceritanya. Sapardi Djoko Damono, dengan ciri khas dalam setiap novel-novelnya, selalu menyajikan kalimat-kalimat panjang. Sebagai contoh, petikan tulisan dari karya Sapardi Djoko Damono lengkapnya mencapai 231 kata, tanpa koma ataupun titik, dan hanya terdapat satu kalimat saja dalam satu paragraf. Pada umumnya, kalimat panjang seperti yang sering ditemukan dalam buku-buku filsafat terkadang membuat para pembaca bingung dan tidak dapat dimengerti logika kalimatnya. Akan tetapi, bias tersebut tidak berlaku dalam Novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi. Kalimat-kalimat panjang dalam novel ini sangat indah, puitis, dan tentunya akan mudah dimengerti oleh pembaca.

Hujan Bulan Juni, novel Sapardi yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan puisinya dengan judul yang sama, mengisahkan kisah cinta antara Sarwono dan Pingkan yang selalu diuji dengan berbagai masalah. Dimulai dari perbedaan latar belakang dan tradisi antar keluarga dan Pingkan yang akan melanjutkan studinya ke Jepang, sementara Sarwono tinggal di Jakarta.

Sapardi yang senang sekali mengangkat masalah sosial dalam karya sastranya juga menghiasi novel ini. Seperti perbedaan tradisi sepasang kekasih yang bisa saja menjadi masalah untuk mengantarkan mereka ke jenjang pernikahan. Di Indonesia, seperti yang diketahui, pernikahan adalah suatu hal yang tidak hanya melibatkan sepasang kekasih, tetapi juga keluarga dari kedua belah pihak. Selain itu, Sapardi juga menjelaskan keadaan Jakarta dengan pada umumnya yang mencirikhaskan dirinya, seperti ruwet, kacau, debu, banjir, demo, pedagang kaki lima, ondel-ondel, tetapi Jakarta itu kasih sayang.

Walaupun novel ini berjudul Hujan Bulan Juni, tetapi isi novel ini sama sekali jauh dari judulnya. Novel ini sama sekali tidak bercerita ataupun memasukkan unsur hujan di bulan Juni dan bisa dikatakan tidak dapat mendeskripsikan judul dalam novelnya. Dan memang, seperti yang telah dikatakan, tidak ada aturan dalam menciptakan karya sastra. Novel ini memang membuat kita harus berpikir, seperti pada akhir ceritanya yang terdapat Tiga Sajak Kecil yang menjadikan novel ini bisa mempunyai akhir dengan intepretasi para pembaca yang berbeda-beda. Novel ini cocok dibaca oleh siapapun apalagi terdapat beberapa puisi, kalimat-kalimat yang indah dan juga lucu. So, tidak ada ruginya memiliki novel karya sastrawan Indonesia kita, Sapardi Djoko Damono.

Editor : Doni D.

1 tanggapan pada “Resensi Novel: Hujan Bulan Juni”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *