Anak-Anak Sapen Yang Luar Biasa
Oleh: Wira Dadi S.
Kring… kring… kring… Tiba-tiba aku terbangun dari tidur yang pulas. Sejenak aku mendengar sesuatu da melihat di sekeliling tempat tidurku dan ternyata itu suara itu adalah hp-ku yang berdering. Sebenarnya aku ingin melanjutkan tidurku lagi. Tetapi, aku teringat sesuatu bahwa hari ini ada kegiatan rutin dari Komunitas Jendela di Sapen. Aku merasa harus datang mengingat dua minggu lalu aku sudah bolos dari kegiatan rutin karena ketiduran atau aku lebih sering menyebutnya “bangkong”.
Kali ini aku tidak boleh kalah lagi dengan selimutku, kukumpulkan semangat dan energiku demi membimbing adik-adik agar semakin pintar dan menjadi orang yang bener di masa depan, widihhh… mulia amat hahaha… Eitts, sebelum berangkat aku membiasakan diri untuk sarapan dahulu. Aku, khan, nanti harus mengajarkan adik-adik. Masa’ kakaknya lemas? Khan, ga lucu, nanti apa kata mereka? Begitulah caraku menyemangati diri sendiri.
Ini yang kedua kalinya aku ke Sapen. Untuk perihal lokasi, mudah untuk kutemukan. Hanya dengan mengingat UIN SUKA dan rel kereta api, aku sudah mengerti harus berkumpul di meeting point pada pukul 08.30. Tetapi, sesampainya aku di sana belum ada yang datang. Hanya beberapa anak perempuan kecil yang bermain di pinggir rel kereta api.
Beberapa waktu kemudian para jendelist datang dengan buku-buku dan perlengkapan prakarya kami hari ini. Ya, hari ini kami akan mengajak adik-adik dalam memanfaatkan barang-barang bekas menjadi barang layak pakai. Sebelum itu, kami tetap mengawali kegiatan kami bersama adik-adik dengan membaca buku. Adik-adik sangat menggemari buku-buku bergambar dan ilmu pengetahuan. Beberapa dari mereka ada yang minta dibacain dan ada juga yang ingin membaca sendiri.
Aku berusaha mendekati adik-adik. Pertama, Yahya. Dia adalah tipe anak yang pendiam dan ingin mengerjakan apa-apa sendiri. Selanjutnya, dua anak kelas tiga yakni, Ova dan Yoga yang masih duduk di kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Mereka adalah pribadi yang aktif dan rasa ingin tahunya besar. Aku mendekati mereka menggunakan komunikasi Bahasa Jawa. Menurutku, komunikasi adalah kunci dalam mendekati mereka.
Setelah membaca buku, kami dan adik-adik melakukan ice breaking. Tapi, beberapa waktu kemudian adik-adik jadi susah diatur. Ya sudah, akhirnya kami membiarkan adik-adik yang laki-laki bermain bola. Games kami hari itu adalah “Gerakkan Badanmu”. Semua adik-adik diharuskan membuat lingkaran bersama dengan para jendelist. Orang pertama menyebutkan namanya sendiri sambil bergoyang menurut gayanya sendiri. Orang kedua menyebutkan nama dan menirukan gaya orang sebelumnya, kemudian menyebutkan namanya sendiri sambil bergoyang sesuka hati dan seterusnya. Tapi, beberapa dari mereka masih malu-malu, maka kami lanjutkan ke game kedua, yakni jalan bola. Dalam game ini adik-adik saling berpasangan dengan temannya sambil membawa bola mainan kecil yang diletakin dikeningnya mereka dan harus berjalan hingga batas yang sudah ditentukan. Wah, seru sekali, dech. Kami semua tertawa dan bersenang-senang melalui game ini.
Selanjutnya, kami masuk ke kegiatan inti. Kami ingin memanfaatkan barang-barang bekas untuk menjadi sesuatu. Para jendelist ternyata membawa sekumpulan botol plastik dan stik es krim. Sebelum itu, adik-adik sudah duduk berkelompok agar dapat saling bekerjasama. Adik-adik memiliki kreatifitas yang tinggi. Ada yang membuat celengan, pot bunga, dan mainan sederhana dari stik es krim. Eitts, kami juga punya bahan pendukung, lho. Kami juga menyediakan pewarna, lem, dan kertas origami berwarna untuk membantu adik-adik berkreasi. Para jendelist sibuk membimbing adik-adiknya. Sampai-sampai ada seorang adik protes, “Kak, ini gimana bikinnya? Kok, dia terus yang dibantuin?”. Mendengar kalimat itu kami menjadi bingung yang mana yang harus dibantu terlebih dahulu. Bahkan, salah seorang adik yang lain bernama Jelita sampai menangis karena merasa kurang perhatian dari kami.
Tidak terasa jam di dinding sudah menunjukkan pukul 11.30. Itu artinya waktu kami sudah habis dan harus segera pulang. Tapi, sebelumnya mereka juga harus menyelesaikan pekerjaannya agar prakarya mereka dapat dibawa pulang dan dipergunakan. Kesan dan pesanku selama di Sapen sangat menunjukkan keceriaan. Adik-adik juga sangat antusias dalam membuat prakarya. Bahkan, mereka dapat membuat prakarya sesuai kreativitas mereka tanpa dicontohkan terlebih dahulu oleh para jendelistnya. Bukan hanya adik-adiknya yang merasa seneng, melainkan juga para orang tuanya. Salah satu orang tua yang datang menyaksikan kegiatan kami meminta agar kami datang lagi minggu depan dengan tema lain. Wah, kira-kira bisa tidak, ya? Hmmm, sepertinya perlu didiskusikan lagi. Semoga kegiatan hari ini bisa menumbuhkan kesadaran pada adik-adik jika ada benda-benda bekas yang masih bisa digunakan. Siapa tahu benda-benda itu masih bisa didaur ulang menjadi benda-benda yang berguna. Yeaaay, terima kasih adik-adik di Sapen. Sampai jumpa lagi.
Editor: Doni Darmasetiadi