8 Juli 2012 menjadi hari yang membuat saya pribadi gugup sekali. Maklum hari itu adalah hari spesial buat saya dan relawan Komunitas Jendela. Hari itu, saya dan relawan Komunitas Jendela mempersiapkan acara diskusi dengan warga shelter Gondang 1 Merapi. Sebuah diskusi yang dedikasikan untuk orang tua anak-anak shelter yang telah aktif mengikuti kegiatan Komunitas Jendela selama hampir setahun ini. Diskusi tersebut diisi oleh teman-teman kami dari Komunitas RimoteviYogyakarta dengan tema Televisi, Teman atau Lawan?
Berhubung saya PJ kegiatan, otomatis saya mondar-mandir ke dua lokasi kegiatan. Kegiatan pertama diskusi Rimotevi dg warga di masjid dan menonton film untuk anak-anak shelter di perpustakaan. Nah siang itu, salah satu relawan Komunitas Jendela, Szasza, yang bertugas dg Rimotevi melakukan livetweet. Seperti apa diskusi saat itu, ini dia tweet kegiatannya:
Yeay! Acara Sarasehan Bersama komunitas Jendela dan @rimotevi di Shelter Gondang 1 sudah dimulai 🙂
Kak @marismanise menampilkan foto2 keg. Jendela bersama adik2 Shelter Gondang 1 slama setahun ini 🙂 laporan ke orang tua adik2 😀
Setelah kak @marismanise cerita kegiatan Jendela, kakak2 @rimotevi mulai mengajak ‘ngobrol’ orangtua dr adik2 Shelter Gondang 1
Seru nih! kakak2 @rimotevi lempar wacana > Televisi, teman atau lawan?
Orang tua yg datang, yang kebanyakan ibu2 ini antusias sekali menjawab pertanyaan tadi 🙂
Teman para anak2, ketika TV menayangkan pengajian. Berita jika beritanya positif. Pangkur Jenggleng krn budaya, dsb
Lawan para anak, ketika TV menayangkan berita kekerasan, sinetron, beberapa kartun yg muatannya tidak layak utk anak, dsb
Kapan biasanya anak nonton TV? Pagi, sore, malam. Padahal idealnya 2 jam/hari, jika lebih dr 4-5 jam akan menunjukan masalah emosi. 😮
Selain masalah emosi, anak2 pun jd kurang bergerak/mengalami gangguan motorik. Padahal otak-otot anak2 perlu dilatih agar berkembang.
Dan tidak dapat dielakkan anak2 yg merupakan ‘pengcopy’ yg baik jadi mudah meniru tayangan2 yg buruk.
Mau tidak mau, TV memang menarik krn tanpa memerlukan pemikiran, siapa saja bisa nonton TV. Beda dg internet, koran, majalah
Karena itu kita perlu LITERASI MEDIA, pengetahuan & kemampuan utk akses,analisis,evaluasi,produksi pesan komunikasi dlm berbagai bentuk
Siapa yang untung ketika kita nonton TV? Kita kah? Atau pihak lain?
Cara kerja TV: penonton banyak > rating tinggi > iklan banyak. Nah, siapa yg untung?
Th 2010,berita Merapi di TV yg bbagai macam mnimbulkan kecemasan2 tidak tepat.Artinya kita perlu waspada dg tayangan2 tmasuk berita
Nah, ada 5 pedoman dasar literasi media agar kita kritis thd media, agar tidak ‘terjebak’ kecemasan/perasaan/sangka yg tidak tepat
1. Tayangan di media adl buatan,sebagian besar direkayasa,bahkan berita pun dibuat sedemikian rupa shg kita terpengaruh&percaya adanya
2. Tayangan TV adl representasi dr realitas yg mengandung nilai2. Kita perlu mengerti bagaimana ‘menyaring’ nilai2 tsb
3. Ada teknik2 ttentu utk menarik perhatian pemirsa, makanya kita bisa terharu, marah, dsb. Hati-hati terbawa suasana 😀
4. Tayangan yg sama dapat bermakna berbeda jika dilihat oleh orang yg berbeda.
5. Media massa btujuan cari UNTUNG. Nah, waspada lah kita agar tidak menguntungkan mereka dan malah merugikan diri
… dg LITERASI MEDIA diharapkan dapat membatasi dan mengontrol tayangan yg kita konsumsi
… dg LITERASI MEDIA diharapkan dapat membatasi dan mengontrol tayangan yg kita konsumsi
Lalu, bagaimana suasana di perpustakaan? Nah ini dia yang bermasalah anak-anak mulai jenuh setelah setengah jam pemutaran film. Maklum tidak ada teks bahasa di film The Nanny and Big Bang yang diputarkan untuk mereka. Jujur, saya lebih fokus mempersiapkan diskusi untuk warganya dibandingkan mendampingi si teman-teman kecil ini. Saya lupa menganalisa kesukaan anak-anak. Ya mereka sangat suka sekali film horror yang ada monster dan hantunya. Dan ketika sudah berada di penghujung waktu, saya menunjukan film Spiderwick ke Mike, Semi, dkk mereka amat penasaran dan meminta saya berjanji agar lain kali mau menonton film tersebut dengan mereka.
Tepat pukul 05.30 acara selesai, setelah shalat magrib berjamaah. Kami pun pamit pulang. Saya dan Jendelist memutuskan makan malam bareng dulu. Selesai makan, salah satu relawan, Mentari K bercerita, “Ini buat semangat kita semua. Tadi pas selesai acara, aku bilang sama salah satu Ibu: ‘Ibu terimakasih sudah datang ke acara kami hari ini’ . Eh si Ibu malah bilang gini: ‘Justru saya yang berterimakasih mbak. Sejak ikut Jendela anak saya jadi suka baca buku dan rajin belajar. Terus Ibu yang itu, anaknya dapat rangking 3 dan sering pinjam buku di sekolahnya”
Malam itu, saya menitikkan air mata ketika mendengar cerita Mentari. Perjuangan saya dan teman-teman untuk ‘menghidupkan’ perpustakaan shelter selama hampir setahun, mulai dari tak ada anak shelter samasekali, ruangan perpustakaan yang selalu diberantakan dg mainan tanpa disentuh buku-bukunya, masalah relawan yang hanya sedikit berkomitmen, hingga ada beberapa anak shelter yang aktif mengikuti program yang kami tawarkan setiap minggunya, akhirnya membuahkan hasil meski itu hanya terjadi di kehidupan beberapa anak shelter. Tapi bagi saya dan relawan Komunitas Jendela, ini adalah capaian yang luar biasa mengingat kami bekerja hanya bermodalkan niat baik dan semangat untuk berbagi.
Everyone can be great because anyone can serve. You don’t have to have a college degree to serve. You don’t even have to make your subject and your verb agree to serve… You only need a heart full of grace. A soul generated by love…
Dr. Martin Luther King, Jr.Volunteers are the only human beings on the face of the earth who reflect this nation’s compassion, unselfish caring, patience, and just plain love for one another.Erma Bombeck
~ Marisa Latifa ~
Taken from http://sahabatanakindonesia.blogspot.com (original post)