Minggu, 22 Maret 2014. Senja hari di nol kilometer Yogyakarta kami kembali hadir berbagi keceriaan melalui agenda rutin komunitas jendela yaitu Mobile Library. Sekitar pukul empat sore para relawan berkumpul di nol kilometer membawa motivasi yang tak pernah luput dari keramaian sudut jalan Malioboro. Langit yang sedikit mendung sore itu tidak seharusnya menutup semangat kami kali ini, dengan berbekal niat yang kuat dengan sebuah buku sederhana, kami memulai agenda sore itu.
Para relawan yang sudah berkumpul mulai mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, mulai dari menggelar koran-koran untuk alas buku, memasang banner dan mempersiapkan peralatan untuk menggambar dan mewarnai. Agenda acara Mobile Library pada sore itu sedikit berbeda. kami tidak hanya mengajak masyarakat sekitar untuk membuka wawasan mereka dengan membaca gratis, tetapi juga mengajak anak-anak untuk mengapresiasikan setiap rangkaian impian dan cita-cita mereka menjadi sebuah kaya seni yang nyata dan indah.
Kehangatan antusias anak-anak sangat membuat kami kagum. Mereka menyambut kami dengan penuh semangat sambil berlari kearah kami. “Mba aku mau baca buku lagi.”. “Mba aku mau baca buku itu.” kata seorang anak bernama Rangga sambil menunjuk buku yang penuh dengan gambar-gambar transportasi pada bagian covernya. Rangga adalah satu dari anak-anak yang sering mengunjungi stand Komunitas Jendela, sehingga tak heran jika kami telah mengenalnya. Ketika seorang relawan sedang membuka peralatan menggambar, mata seorang anak langsung tertuju pada Crayon yang telah berjejer di atas alas koran. “Mba aku mau mewarnai ajaa.” Katanya sambil meletakkan buku yang sebelumnya sedang dibaca olehnya dan langsung berlari kecil menuju tempat yang sudah disediakan untuk menggambar.
Tujuan kami menyediakan peralatan menggambar adalah agar anak-anak yang datang kali ini dapat menuangkan cita-citanya diatas kertas putih dan cita-cita yang hanya terucap di mulut bisa menjadi motivasi mereka untuk meraihnya. Salah seorang relawan bertanya pada anak-anak yang sedang asyik menggambar, “Dek, mau jadi apa kalau udah besar?” Setiap anak-anak berlomba memberitahukan cita-cita mereka secara lantang. Rangga misalnya, saat sudah besar nanti cita-citanya menjadi arsitek, alasannya adalah agar nanti jika sudah besar bisa membangun rumah megahnya sendiri. Ada lagi seorang anak bernama Donna yang ingin menjadi guru, banyak pula yang becita-cita menjadi dokter seperti kebanyakan anak pada umumnya.
Mereka mulai menggambar dengan asyik, di stand lain tak kalah orang-orang berdatangan seorang diri ataupun bersama anak-anaknya untuk membaca. Tak hanya anak-anak, banyak remaja dan orang dewasa yang tertarik untuk membuka tiap halaman buku yang berada di stand baca .Semangat anak-anak dalam menggambar membuat mereka beradu mulut memperebutkan Crayon atau meminta para relawan membantu untuk menggambar dan meminta penilaian terhadap karya-karya mereka.
Rasa senang bisa kami rasakan saat melihat dua sisi yang sedang tenggelam dalam asyiknya membaca dan menggambar. Kami merasa hadir ditengah-tengah masyarakat kali ini tidaklah sia-sia, tetapi membawa banyak manfaat untuk mereka. Orang-orang tidak lagi hanya bersantai menikmati suasana sore hari, tetapi mereka dapat menambah wawasan sambil hanya bersantai, bahkan wisatawan yang hanya hilir mudik bersedia mengunjungi stand kami dan mencoba untuk membaca. Membaca tidak hanya dapat dilakukan saat sekolah saja, atau hanya diperustakaan, atau bahkan saat mau ujian, atau hanya orang-orang yang mampu untuk membeli buku, tetapi membaca dapat dilakukan kapan pun, dimana pun, dan oleh siapa pun asalkan ada niat untuk mencoba dan menikmatinya, dan kami hadir memberikan kesempatan itu kepada masyarakat.
Langit senja kota Jogjakarta berganti menjadi malam yang mulai gelap. Angin dan rintik hujan perlahan turun menyadarkan bahwa waktu terasa begitu cepat. Tak terasa kami harus mengakhiri kegiatan Mobile Library hari ini. Terlihat raut wajah kekecewaan diantara anak-anak yang masih menginginkan kami untuk lebih lama berada di sana. “Mba besok aku ke sini lagi ya” kata seorang anak bernama Abidin. “Mba besok ada lagi kan? Aku mau ke sini lagi.” Rasanya kehadiran kita sangat berarti untuk mereka, semangat mereka membuat kami lebih semangat lagi untuk tetap hadir membawa kecerian itu.
Mimpi bukanlah fatamorgana yang berwujud tapi tak nyata, yang ketika didekatkan menghilang, dan hanya menimbulkan harapan semu. Ada arti dibalik kata mimpi, yaitu seperti membuka jendela di pagi hari, sinarnya hadir dalam nafas kita yang telah berjalan peluh dalam gelap dan hanya melihat tangga berkelok dengan berpuncak sebuh mimpi. Harapan kami, mimpi-mimpi yang telah dilukiskan di atas kertas putih, tidak hanya sekedar mimpi yang tak berwujud, tetapi dengan motivasi yang kuat, mimpi yang tak nyata dapat diwujudkan dan kami ingin anak –anak percaya hal tersebut. Bagi sebagian orang, mungkin mimpi hanyalah bunga yang hadir dalam tidur, kali ini mereka harus terbangun dari tidur dan bergegas menggapai mimpinya mereka. Satu pengalaman baru tertulis dalam memori kami sebagai relawan baru, yaitu berbagi adalah salah satu cara sederhana untuk bahagia, sekecil apapun itu layaknya hanya sebuah kata motivasi atau sebuah ilmu yang dapat membuat hidup yang terlahir sebagai kertas putih, dapat menjadi sebuah rangkaian warna indah yang dapat memberikan indahnya warna itu kepada orang lain. Salam manis, Jendelist Jogja.
Kegiatan berlangsung di km 0 Yogyakarta, 22 Maret 2015
Penulis : Amilia Riesfentri dan Nida Fadhilah