Lompat ke konten

Cerita Kangkung

CERITA KANGKUNG

Oleh: Vita Novian Rondang

 

Tidak seperti hari Minggu sebelum-sebelumnya yang sering kugunakan pagi untuk sedikit bermalas-malasan, seusai subuh, aku langsung beberes rumah dan pergi ke pasar untuk membeli kangkung. Selanjutnya, mempersiapkan peralatan dan bahan untuk kegiatan Jendela di Turgo—sistem menanam hidroponik. Setelah semua peralatan siap, bergegaslah menuju starting point dengan sedikit tergesa karena takut terlambat di pertemuan pertama.

Minggu, 17 April 2016 merupakan hari pertamaku mengikuti kegiatan rutin Komunitas Jendela Jogja di desa binaannya, kali ini aku memilih Turgo—sebuah desa kecil di sekitar kaki Gunung Merapi. Bukan tanpa alasan aku memilih Turgo sebagai titik awal untuk berkontribusi di Jendela Jogja, program kegiatan yang akan dilakukan hari Minggu ini sedikit banyak pernah aku lakukan, yaitu sistem menanam hidroponik.

Ketika briefing relawan, Jumat sebelumnya, aku sedikit bercerita tentang sistem menanam hidroponik, yang aku rasa adik-adik di Turgo perlu tahu sistem menanam yang tidak biasa. Alhasil, aku dipasrahi untuk meng-handle sesi ini. Siap 86!!! Selain itu, semua peralatan dan bahanku untuk sistem menanam hidroponik masih ada.

Sesampai di Turgo, Rumah Baca masih sepi, hanya terlihat dua anak menunggu di depan rumah. Sedikit melenceng dari ekspektasiku yang aku pikir ketika rombongan relawan sampai di lokasi, adik-adik berhamburan menyerbu dan memeluk kami seolah memendam rindu yang mendalam dan merengek untuk mendengarkan kami bercerita. Ah, itu hanya visualisasi di televisi saja, batinku.

“Mbak, pinjam motornya buat menjemput adik-adik.”

“Kenapa dijemput mas?”

“Rumahnya jauh-jauh mbak, ada yang satu kilometer dari sini.”

Inilah alasan visualisasi yang aku harapkan tidak terjadi di Rumah Baca Turgo. Relawan yang harus aktif, mulai dari menyediakan buku-buku bacaan, mencari tempat, membuat program, mengumpulkan anak-anak, bahkan sampai menjemputnya dari rumah ke rumah semua dilakukan. Aku pikir hanya satu tujuan mereka, yaitu menyelematkan anak bangsa dengan membiasakan pada mereka untuk menyukai dan membaca buku sejak dini.

IMG_20160417_101321
Ciee pada merhatiin demo dari kakaknya~

Perjuangan relawan pendahulu berbuah manis dengan banyaknya adik-adik yang masih mau belajar bersama kami. Satu demi satu mereka datang dan mengambil buku yang mereka suka. Kemampuan anak yang beragam, mulai dari yang baru belajar membaca dan belum lancar, hingga mereka yang sudah lancar membaca, meskipun tidak berintonasi. “Tenang, kakak-kakak Jendelist semua akan setia menemani kalian”, harapku.

Belajar tidak mulu bergelut pada pendidikan formal. Rumah kecil milik salah seorang warga pun bisa diubah menjadi perpustakaan kecil. Pun dalam proses belajarnya yang tidak hanya belajar membaca dan berhitung. Kami juga belajar keterampilan lain. Seperti hari ini, kami belajar menanam dengan sistem hidroponik bermediakan botol plastik bekas.

Langkah demi langkah kujelaskan kepada adik-adik. Ada sedikit ketakutan bahasa pengantar yang kuberikan tidak dipahami oleh mereka karena kebiasaan berbicara di depan mahasiswa. Untungnya, relawan lain membantuku untuk menjelaskan secara lebih sederhana dengan pancingan pertanyaan yang mungkin juga ada di pikiran adik-adik. Nol besar namanya jika semua penjelasan tidak dibuktikan dengan tindakan nyata. Seusai mendengarkan penjelasanku, adik-adik semua mempraktikkan langkah demi langkah cara menanam hidroponik. Antusiasme adik-adik semakin meyakinkanku bahwa berbagi tidak mulu soal uang, tetapi juga bisa dengan ilmu, pengalaman, dan keterampilan yang dikuasai.

 

IMG_20160417_103347
Diukur dulu panjang talinya, Dek.. biar bisa digantungin (kangkungnya).
IMG_20160417_102816
Seru Kaak! Ini kapan panennya ya?

Hari ini, kami belajar dan berhasil menanam sistem hidroponik. Meskipun, hanya kangkung yang ditanam, kami berharap akan tumbuh menjadi subur serta akan muncul tunas-tunas yang baru. Bak kangkung, semangat anak-anak untuk membaca akan terus tumbuh dan semakin tumbuh, serta rumah baca akan semakin banyak bermunculan. Optimis hal ini dapat dilakukan karena di Indonesia masih banyak orang baik dan peduli dengan negaranya untuk menjadi lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *