Lompat ke konten

Cerita Orang Introver

Usia 19 tahun, di mana saatnya segala penyesalan akan masa lalu dan kekhawatiran akan masa depan datang. Mulai mempertanyakan apa sebenarnya tujuan hidup dan tersesat akan menemukan jati diri. Sadar akan segala kekurangan diri tetapi tidak mudah terbuka akan kesempatan diri untuk berkembang dan bermanfaat.

Aku Nurul, bagaikan bayi yang terlahir kembali aku memutuskan untuk membuka diri dan menikmati indahnya warna-warni dunia sehingga kelak akan membawaku pada pilihan untuk memilih warna apa yang disuka.
Bukan hal mudah bagi seorang introvert sepertiku yang ahli di balik layar dan sangat membatasi diri dari kegiatan di ranah spotlight mengambil keputusan untuk langsung terjun di masyarakat untuk berbagi cerita, mempelajari bagaimana hubungan antar manusia berlangsung serta bagaimana semesta ikut berperan dalam proses timbal balik antar manusia. Bergabung di Jendela Lampung, seperti sebuah kesempatan dan hadiah yang diberikan semesta untuk diri ini.
Keahlianku dalam berpikir secara luas (re: overthinking) mulai menguasai diri:

“Bagaimana jika nanti tidak akan berjalan dengan baik?”
“Apa yang akan mereka pikirkan ketika melihatku yang berbeda dari makhluk sosial pada umumnya?
“Bagaimana jika ini akan berakhir sama dengan kenangan sosial yang sangat memilukan sebelumnya?”.

Semua pikiran terus menghantui hingga sampai di titik terlalu lelah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Pejamkan mata dan berkata pada diri sendiri, coba saja dulu.

22 Februari 2020, mengawali perjalanan ini dengan melepaskan segala ekspektasi dan mulai hidup di realita dengan mengikuti gathering Jendela Lampung di Taman Cibi’ah. Akses jalan ke sana sangat buruk. Tetapi itu semua terbayarkan dengan suasana alam yang sangat indah, masih mempertahankan entitasnya dengan alam. Fasilitas pun mungkin kalah mewah dengan taman rekreasi lain. Tapi anehnya, dengan kesederhanaan itu aku merasa lebih menyatu dengan alam dan merasakan kehidupan sebenarnya. Teriknya matahari, aliran air terjun dan suara tawa para relawan seakan menjadi elemen elemen dalam lagu klasik. Selaras dan menghasilkan irama yang indah. Di sana aku bertemu dengan orang-orang baru dengan berbagai fisik, sifat dan pemikiran yang berbeda. Bagaikan keluarga yang memiliki ikatan batin, aku ikut merasakan kebahagiaan yang mereka rasakan. Sangat menakjubkan bahwa aku menikmati Minggu dengan hal-hal baru yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Hal sederhana ini yang menyatukan kami.

Beberapa minggu selanjutnya aku mengunjungi Rumah Baca yang didirikan Jendela Lampung untuk pertama kalinya. Buku-buku di dalamnya tersusun dengan indah serta adik-adik yang sangat antusias terhadap banyak hal dan kepolosannya. Harta karun dunia yang sesungguhnya. Jujur, aku bukanlah orang yang mudah mengakrabkan diri dengan anak kecil. Hampir menyerah di awal rasanya ketika mengetahui harus bermain langsung dengan mereka. Dari kegiatan awal yang tidak berjalan mulus, melihat ke sekeliling bagaimana para relawan yang lain berdamai dengan itu. Mempelajari secara cepat bagaimana mendapatkan hati mereka. Hingga aku harus melakukan hal lebih untuk mendapatkan respon baik dari mereka. Hal-hal pun mulai berjalan dengan baik, adik-adik mulai terbuka untuk menceritakan kehidupan mereka seiring aku memberikan media ajar meskipun mereka tetap tidak mengingat namaku di akhir.

Bagaimanapun, aku belajar banyak hal dari mereka dalam waktu kurang dari 4 jam itu. Tidak menyerah pada hal yang ada di depan mata tanpa harus tahu sebelumnya hadiah apa yang akan menunggu di akhir. Masih sangat ingat ekspresi kebahagiaan mereka ketika aku membuat dompet kertas yang sederhana dengan media ajar yang diperbolehkan untuk mereka bawa pulang. Bagaimana mereka menghargai hal sederhana dan bahagia akan itu sangat menyentuh.

Hal yang sangat menonjol dari setap kegiatan Jendela adalah para relawan akan melakukan evaluasi kegiatan di akhir. Kembali menjadi observer, aku mendengarkan berbagai cerita dari berbagai relawan yang sebelumnya telah mengikuti kegiatan sosial lebih banyak membuatku tercengang dan tersadar bahwa masih ada orang-orang yang sangat peduli terhadap masalah-masalah sosial. Tertampar realita saat sadar bahwa sisi egois dalam diri masih sangat kuat saat mendengarkan mereka bercerita. Keingintahuanku akan alasan mereka dan bagaimana ini semua membentuk pola pikir dan keputusan mereka semakin menggebu-gebu. Bagaimana para relawan bertukar pikiran, menyampaikan apa yang ada di isi kepala, menerima kritik yang membangun dan meyatukan perbedaan tanpa harus menyakiti perasaan. Sungguh suatu momentum yang sangat indah.


Satu hal yang aku sadari, lingkungan sungguh membentuk sikap dan pemikiran seseorang. We are what we say, hear and do. Perjalanan ini masih jauh, sangat menantikan hal-hal lain yang akan aku lewati dan pelajaran yang akan kuambil nantinya. Berada di lingkungan ini sungguh sebuah manifestasi hadiah dari semesta untukku, mendorongku untuk terus melakukan hal sederhana yang berarti. Harapanku, semoga Jendela Lampung tetap eksis dengan segala visinya dan terus menebar manfaat. Because Jendela, you are stars in someone’s sky.

(Nurul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *