Lompat ke konten

Gelak Tawa Belajar Papua

16 sept’12

“Menyapa Papua” mengenalkan beragam budaya Indonesia ke anak-anak itulah yang menjadi semangat berbagi para Jendelist bulan ini. Pertemuan kedua mengenalkan beragam kebudayaan Papua yang mempesona nan eksotis.

Pagi itu secara kebetulan Jendelist juga mengadakan garage sale di sunmor UGM. Ketika waktu menunjukan pukul 08.30 wib, beberapa jendelist bersiap-siap untuk ke shelter merapi. Tanpa ada persiapan khusus dan hanya mampir sarapan ke warung soto sebagai pengganja perut kami di pagi itu. Jembatan yang biasa kami lalui ternyata sedang di renovasi, terpaksa kami mencari jalan lain.

Sesampainya di perpus shelter, tak nampak satupun anak-anak disana, mungkin karena kesiangan sehingga anak-anak sudah memutuskan untuk datang. Namun prediksi kami salah, mengetahui kami sudah berada di perpus, beberapa anak mulai berdatangan. Mike terlihat dari kejauhan menggendong adiknya Fika datang ke perpus yang kemudian juga nampak Fatah, Erna serta Semi. Kemudian satu demi satu anak-anak mulai berdatangan ke perpus sheter setelah diumumkan menggunakan TOA Masjid.

Seperti biasa anak-anak selalu ribut ingin tau tentang agenda kegiatan yang akan dilakukan pada waktu itu. Rasa ingin tau anak-anak yang super aktif ini akan semakin menjadi jika tidak segera diberitahu, akhirnya kami menjelaskan bahwa tema kegiatan hari itu adalah pengenalan tentang budaya Papua. Peta baru yang di beli oleh Jani segera di pasang di dinding luar perpus untuk menjelaskan anak-anak. Namun nampaknya anak-anak lebih tertarik untuk membuat rumbai-rumbai dari tali rafia untuk persiapan menari di akhir acara. Melihat antusias anak yang sedemikian hebatnya, maka semua anak membuat rumbai-rumbai dari tali rafia yang dipandu oleh Mentari, Sela dan Jani. Lain cerita untuk anak-anak cowo, mereka tidak terlalu tertarik untuk membuat rumbai-rumbai seperti teman-teman perempuannya. Akhirnya Iik mengajak anak-anak cowo bermain bola meski di emperan perpus.

Rumbai-rumbai sudah selesai dibuat, Sela dan Mentari bergegas mencari arang hitam untuk menghias muka kami dan anak-anak agar tampak lebih mirip dengan orang-orang Papua ketika menari. Ini bagian yang paling seru, semua anak awalnya tidak mau mukanya di coret-coret menggunakan arang, namun jendelist terus berusaha membujuk. Akhirnya sebelum mencoret wajah anak-anak, wajah semua jendelist harus dicoret terlebih dahulu. Jadilah kami saling coret satu sama lain hingga muka kelihatan ‘celemotan’. Jendelist Puput dan Citra yang menyusul di siang hari pun juga tak luput dari coret-coretan arang di mukannya. Ketika suasana mulai tenang dan dapat dikendalikan, baru kami mulai adegan menari sembari menyanyi lagu :


Yamko Rambe Yamko

Hee yamko rambe yamko aronawa kombe

Hee yamko rambe yamko aronawa kombe

Teemi nokibe kubano ko bombe ko

Yuma no bungo awe ade

Teemi nokibe kubano ko bombe ko

Yuma no bungo awe ade

Hongke hongke hongke riro

Hongke jombe jombe riro

Hongke hongke hongke riro

Hongke jombe jombe riro

Meski diawali dengan malu-malu namun akhirnya semua anak tampak semangat dan ceria untuk menari, menyanyi, berteriak dan melompat-lompat. Karena terlalu asyik menari dan menyanyi sambil diselingi gelak tawa lepas, tak terasa waktu sudah siang, segera kami akhiri kegiatan hari itu dengan tebak-tebakan nama kota dan daerah di Indonesia menggunakan peta yang sudah di tempel di dinding.

Ternyata mempelajari kebudayaan Indonesia itu sangat seru, terlebih jika diajarkan dengan cara yang seru juga. Sudah saatnya mengenalkan beragam kebudayaan Indonesia kepada anak-anak agar kebudayaan Indonesia tak tertelan oleh zaman, ataupun tergusur oleh arus kemajuan.

MARI BERBAGI… AKU CINTA PAPUA, AKU CINTA INDONESIA..


Written by Vista Gasela