Lompat ke konten

Kisah yang Membahagiakan di Jendela

Kisah yang akan saya ceritakan ini, mungkin tidak rapi dan berurutan, baik dari segi alur maupun penggunaan bahasa. Tapi semoga kisah yang saya bagikan ini dapet menginspirasi kalian semua, para relawan Komunitas Jendela yang masih ada dan berjuang sampai sekarang.

Bertemu dan bergabung dengan komunitas jendela, saya menyebutnya adalah jodoh. Ya, jodoh bertemu dengan adik-adik yang banyak sekali mengajarkan pengalaman dalam hidup ini. Juga jodoh bertemu dengan volunteer yang sekarang menjadi istri saya, hehe.

Bergabung dengan Komunitas Jendela awalnya adalah sebuah keisengan, untuk mencari kegiatan pada waktu akhir pekan tiba, setelah lelah 5 hari bekerja. Saat bergabung di sini tidak ada kemampuan mengajar yang saya miliki, apalagi pengalaman mengikuti komunitas sejenis, bisa dibilang masih nol. Kemampuan mengajar adik-adik, saya dapat dari para volunteer, dengan sering memperhatikan metode mereka saat mengajar, dan secara tidak langsung juga belajar dari adik-adik di Komunitas Jendela.

Setelah beberapa kali ikut kegiatan, pada waktu itu di Komunitas Jendela Jakarta di daerah Manggarai, saya diberi kepercayaan untuk menjadi koordinator divisi program. Tentunya pada waktu itu masih sangat minim pengalaman, tapi saya mencoba menjalankan amanah yang diberikan itu. Dengan dibantu volunteer yang lain, kami mencari dan menyusun materi pembelajaran untuk adik-adik.

Kisah pertama yang berkesan bagi saya adalah, ketika saya selesai mengajar dan akan bersiap untuk pulang. Saya ingat betul, adik-adik di Manggarai mengisengi saya. Mereka mengejar saya dan memasukan batu-batu ke dalam tas ransel saya bahkan ada salah satu adik yang tidak sengaja menginjak kaki saya sampai terkilir. Alhasil saya pulang dengan terpincang-pincang.

Setelah kejadian itu, saya lalu berpikir dan merenung. Mungkin ini sebuah pelajaran dari adik-adik, ya. Pelajaran tentang kesabaran, pelajaran pertama yang saya dapatkan, karena jika pada saat itu saya langsung ngambek dan tidak datang lagi ke jendela. Tentunya, tidak akan banyak pengalaman yang saya dapatkan sampai sekarang ini

Kisah kedua yang saya ingat adalah ketika mengantar adik-adik Manggarai mengikuti perlombaan undangan dari komunitas lain. Saya lupa undangan dari komunitas mana dan kapan waktunya, yang saya ingat kalo tidak salah bertempat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Pada saat itu, ada beberapa cabang lomba, tiap cabang lomba diwakilkan oleh adik-adik dari Manggarai dengan didampingi kakak-kakak volunteer. Di setiap perlombaan yang berlangsung, kakak-kakak volunteer terus memberikan semangat.

Pada saatnya tiba pengumuman pemenang, kami tidak berekspektasi tinggi waktu itu, karena mengajak adik-adik mengikuti lomba saja sudah merupakan suatu hal yang membahagiakan. Tetapi pada saat pengumuman juara harapan, nama salah satu adik Jendela disebut. Seketika adik-adik Jendela dan para kakak volunteer langsung melompat kegirangan. Saya ingat betul, walaupun hanya juara harapan, wajah adik-adik terlihat begitu senang dan bangga.

Kisah ketiga yang membekas adalah pada saat mengajari adik-adik di Manggarai berlatih drama untuk persiapan acara 17 Agustus di Manggarai. Yang bikin tidak bisa lupa adalah proses latihan itu sendiri karena sebelum pentas dramanya dimulai, adik adik sudah menciptakan dramanya sendiri. Entah bagaimana, mereka tiba tiba terbagi ke dalam dua kubu dan mogok untuk latihan.

Pada saat itu saya dibantu kakak volunteer yang lain, untuk melakukan mediasi terhadap adik-adik. Setelah melalui mediasi yang cukup sulit, akhirnya berhasil juga membujuk mereka untuk kembali berlatih. Pada saat pentas drama berlangsung, mereka memberikan kemampuan terbaiknya, dan pada saat penutupan, mereka mendapat tepuk tangan yang meriah.

Kisah selanjutnya adalah pada saat mengajak adik-adik berkunjung ke museum atau ke tempat tempat yang belum pernah mereka kunjungi. Melihat raut wajah kekaguman mereka setiap berkunjung ke suatu tempat. Pernah waktu itu mengajak adik-adik berkunjung ke Museum Nasional. Mereka terkagum kagum melihat artefak peninggalan kerajaan zaman dahulu, atau saat mereka terkagum-kagum melihat peninggalan kerajaan yang terbuat dari emas. Saat mereka berkunjung ke planetarium, menonton pertunjukan deretan planet-planet dan bintang di angkasa, mereka langsung menyimak dengan serius.

Itu mungkin sedikit kisah yang dapat saya bagikan selama saya bergabung di Komunitas Jendela. Tentunya mereka selalu membuat rindu. Rindu nonton film bareng adik-adik, rindu berkemah bersama adik-adik di depan perpustakaan, sambil membakar jagung, dan membacakan puisi dari adik-adiknya.

 

(Andi Perdana, Jendelist Jakarta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *