Perkenalkan.
Saya seorang mahasiswi. Semster berapa?. Oh, jangan tanya. Haha. Angkatan saya tertua di tempat saya ingin menyelesaikan sarjana.
Bagi mahasiswa hampir abadi seperti saya. Ada banyak hal yang tertimbun didalam diri, ada flame yang mulai redup -lebih teptnya bisa mati kapan saja ketika ada angin lewat-, ada banyak pertanyaan yang pikiran saya ciptakan sendiri, yang menyiksa saya juga, karena sesuatu yang disebut jawaban yang belum juga bisa saya tau. Saya mulai enggan, apatis dan sarkastik, karena kedangkalan saya sendiri. Saya mulai berputar-putar mengelilingi hal-hal yang saya tau tidak membawa saya pada jalan yang saya tuju. Yang saya mau.
Bahkan sesekali saya mempertanyakan ke-mau-an saya itu.
For a while and for some reasons, i lost my self. I keep wandering.
Kemana jiwa saya? Kemana saya yang saya kenal.
Haha, sejauh yang kalian bisa baca, kalian bisa menyimpulkan saya tidak tau -lagi- akan bagaimana besok akan membentuk saya. Sama seperti kebanyakan pemuda pada kisaran usia 20-25 yang galau tentang isi hati dan isi dompet. Daftar kegalauan pun bertambah.
Kalau isi dompet, saya percaya sepenuhya, Tuhan sudah meletakan rejekinya di tempat-tempat yang terlihat, terang, bisa dilihat mata. mengisi perut juga dengan sesuatu yag riil.jelas bagaimana cara dan dimana tempat saya harus mengisi amunisi melewati hari. Tapi isi hati. Ooh tuhan. Hati. Hati sendiri tuhan selipkan didalam. Gumpalan itu sering menohok saya. Sering protes minta diberi makan.
Heart is a wild creature, thats why it has cage.
Hati bisa diartkan sebagai sesuatu yang berbolak balik. Kadang pawangnya sendiri saja bingung apalah mau hati.
Hati saya sering merana. Seperti ada sejenis kejahatan yang sudah dilakukan terhadapnya. Isi dompet sama sekali bukan jawaban memuaskan bagi organ tubuh yang bopilar itu.
Saya muslimah berakal yang ditimpakan kewajiban bagi saya untuk berilmu. Diatas hal itu, saya lebih diharuskan bermanfaat.
Pepatah arab mengatakan ”jika kau memiliki banyak, berilah harta, jika kau memiliki sedikit, berilah hati.
Only a life lived for others is a life worth living – Albert Einstein
Never underestimate you ability to make someone else’s life better- even you never know it –Greg louganis
The best way to find your self is to loose yourself in the service of others. – mahatma gandhi
I alone cannot change the world, but i can caste a stone the waters to create many ripples.
–Mother teresa
You have not lived until you have done omething you have done something for someone who can never repay you. – John bunyan
The smallest act is worth more than the grandest intention – oscar walde
If you cant figure out your purpose, figure aout your passion. For your passion will lead you right int your purpose-T.D Jakes
We make a living by what we get, but we make a life by what we give. –winston hurchill
Aduhai, kalimat-kalimat asing itu terus mengusik hati.
Maka, hanya tuhan yang Maha Baik.
Hujan sore itu, 9 april 2015. Ada sekumpulan pemuda, sibuk dengan pembicaraan pembicaraan. Dan hati saya terpikat. Mereka jenis manusia yang bisa kita temukan dimana-mana, tapi apa yang mereka perdulikan, pemikiran yang mereka utarakan, jenis pembicaraan yang mereka perbincangkan, terdengar..luar biasa.
Dan secara sederhana saya menjadi bagian dari mereka, membagi harapan.
Pada tiap-tiap mata yang beberapa pekan ini saya tatap ketika berbicara. Somehow, saya seperti menemukan kepingan, sebagian diri saya pada mereka. Ini pengalaman aneh. Menemukan diri saya pada orang lain
Kalau kepala saya bisa berbicara pada diri saya, kira-kira seperti ini kalimatnya
“Jendela bukan komunitas, kawan. Itu nama untuk sebuah rumah. Rumah sungguhan.”
“Jendela seperti kumpulan lagu dari jenis musik yang saya suka.” Mungkin, ucap kalimat telinga begitu.
Ada semacam perasaan, yang kalau saya tidak salah artikan adalah perasaan hidup.
Seperti ada yang meletakan Eternal Fire didalam hati saya ketika adik-adik bakung mampir dipikiran saya, ada semangat dan kasih ketika mulut saya membicarakan mereka.Perasaan asing lain yang baru kali pertama saya rasakan. Mungkin ini sejenis jatuh cinta. Saya jatuh hati, pada mahluk-mahluk kecil yang menungu kami setiap hari minggu pagi.
We are blessed beyond compare. we read good books, We learn properly. We volunteer for some kids who dont.
Mereka menyebalkan, terkadang. Tapi saya tetap ingin kembali ketempat itu. Ditempat harapan kami pupuk di bawah gunung sampah. Tiap pekan. Semoga untuk waktu yang lama.
Saya ralat.
Perkenalkan. Saya jendelis. Saya mahasiswa yang segera berakhir menjadi sarjana. Bersama para sahabat sejiwa, kami mngispirasi. Bukan karena atau dengan kesempurnaan. Tapi kami mengispirasi dengan mengatasi keterbatasan kami.
Kami hanya pemuda, berapi seperti lilin. Dan saat kami bersama, kami API UNGGUN , berkobar lebih besar, bermfaat lebih banyak.
Ada banyak pemuda, yang tertumpu gelar “khalifah” sejak dari lahirnya, yang galau seperti saya. Dan semoga ada lebih banyak yang melalui proses “menjadi” di JENDELA.
By. Shilviana Khoirunnisa