Lompat ke konten

Menulis Biografi

Minggu, 12 Februari 2012. Hari itu Balai Anak Kaliadem Shelter Gondang 1 begitu ramai. Ketika baru tiba di sana, indera pendengaran kami langsung disuguhi alunan musik yang merdu. Ternyata, alunan yang begitu harmoni itu hanya berasal dari dua jenis alat musik tradisional Jawa, yaitu kendang dan gambang. Kami kian berdecak kagum lagi ketika mengetahui yang memainkan musik itu adalah anak-anak Merapi yang rata-rata masih duduk di bangku SMP. Beberapa menit berlalu kami lupa niatan awal untuk program hari itu karena terpesona ketika melihat anak-anak Merapi memainkan alat musik. Sampai akhirnya ada seorang anak  Merapi yang bertanya, “Hari ini mau ngapain, Kak?”. Akhirnya kesadaran kami pun kembali.

Kegiatan hari itu adalah menulis Biografi di selembar kertas yang telah disipkan kolom-kolomnya. Anak-anak mengambil satu kertas dan menuliskan biografi mereka masing-masing. Dari sekitar 30 anak yang datang hari itu, ada berbagai macam cita-cita yang dituliskan. Mulai dari guru, pilot, TNI, dokter, peternak kambing, pemain bola timnas, sampai dengan menjadi kipper di klub sepak bola ternama. Jadi tersentuh ketika membaca keinginan dan cita-cita mulia anak-anak Merapi itu. Rasa haru kami kian bertambah ketika membaca keinginan beberapa anak yang menginginkan para volunteer Jendela tak hanya datang di hari Sabtu dan Minggu, tetapi selalu atau setiap hari. Andai saja bisa, pasti dengan senang hati kami penuhi keinginan mereka itu. Namun, masih banyak kendala jika kami harus datang setiap hari ke sana.

Usai menulis biografi, anak-anak itu langsung meminta diperlihatkan surat balasan dari Mas Arif. Salah satu volunteer Jendela yang sekarang sedang ikut Indonesia Mengajar di Papua. Bahkan, sebenarnya anak-anak itu sudah tak sabar dari awal dan terus menyanyakan surat balasan dari Mas Arif sejak kami baru tiba dan turun dari kendaraan.

Ketika telah menerima surat balasan masing-masing, beberapa anak maju secara bergantian membacakan balasan atas surat mereka yang dulu. Sementara itu, anak-anak yang lain duduk melingkar sambil mendengarkan. Mereka semua terlihat sangat antusias membaca surat balasan dari Mas Arif.

Usai membaca balasan masing-masing, anak-anak kembali menulis surat untuk mas Arif. Sebagian anak yang belum sempat mengenal Mas Arif yang sudah hampir satu tahun ikut Indonesia Mengajar, juga menulis surat. Pertama-tama mereka memperkenalkan diri. Kemudian ada yang lansung menjawab pertanyaan Mas Arif di surat, menceritakan kehidupan mereka sehari-hari, atau juga bertanya berbagai macam hal tentang kehidupan  Mas Arif di Papua.

Ketika tanpa sengaja mendengar apa yang diucapkan anak-anak itu untuk selanjutnya ditulis, kami sempat tersenyum. Bukan karena menertawakan, tapi merasa senang dengan kedekatan hati anak-anak terhadap salah satu volunteer Jendela. Bahkan yang sebelumnya belum sempat bertemu dengan Mas Arif, tak segan-segan bertanya tentang kabar dan hal-hal lainnya.

Sebagian gadis-gadis kecil Merapi bahkan menuliskan kata, ‘I love you Mas Arif’ pada bait surat mereka sembari tersipu malu. Sangat menggemaskan sekaligus membuat haru akan tingkah lugu anak-anak Merapi di tengah duka yang pernah melanda desa mereka. Akan tetapi, mereka tetap bersemangat menjalani hari-hari dengan penuh kepolosan dan keceriaan. Dari mereka, kita semua dapat belajar bagaimana memaknai hidup ini, apapun yang terjadi. Mereka mengajarkan kita akan arti kebersamaan, keikhlasan, persahabatan, dan hal-hal penting lainnya.

Tanpa terasa, hari pun telah beranjak siang. Dua jam berlalu dengan cepat. Kami pun harus pamit pulang. Diantar oleh lambaian tangan mungil anak-anak Merapi dan ditemani rintik hujan, kami para volunteer Jendela kembali ke rumah masing-masing dengan membawa bekal pelajaran dalam menjalani hidup, dari anak-anak Merapi.

– Daryanti Septiyani –

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *