Lompat ke konten

Mingguku, Mereka, dan Rubaku

Life is not about making others happy. Life is about sharing your happiness with others.”

***

Aku bukan seorang penulis yang handal dalam merangkai kata-kata, apalagi profesional, tapi aku adalah penikmat karya dari seorang penulis. Karena karya-karya merekalah, lahirlah diriku yang suka membaca, hingga akhirnya diriku tergerak untuk bergabung dengan Komunitas Jendela Jogja, yang belum tau Komunitas Jendela itu apa, silahkan tanya sama mbah Google, pasti ketemu hehe. Dan tidak terasa, 17 Agustus yang menjadi momen pertama para Jendelist saling bertemu sudah berganti menjadi 17 September, hari yang panjang bagi kami Jendelist baru untuk pengalaman yang tak terlupakan. Hari dimana cerita ini dimulai dari tangan sang penulis amatiran.

Hari Minggu, tepatnya tanggal 17 September kemarin adalah perkenalan pertamaku dengan adik-adik di Rubaku, mungkin juga untuk kakak-kakak Jendelist lainnya seperti Kak Ilak, Kak Tuti, Kak Septiana, Kak Yudha, Kak Upik dan masih banyak kakak Jendelist lainnya yang kalau disebutin semua bisa gak selesai ceritanya. Oh iya, Rubaku juga kedatangan kakak Jendelist dari Jember loh, karena kakak ini sebelumnya ikut Komunitas Jendela Jember, terus ke Jogja untuk melanjutkan kuliahnya.

Sebelum kegiatan mingguan, biasanya kami mengadakan briefing terlebih dahulu untuk mempersiapkan dan membagi tugas-tugas. Hasilnya, sebagai pembukaan kami akan memberikan dongeng dulu dan dilanjutkan kegiatan lainnya yang dibagi setiap posnya. Ada games berpacu dalam melodi tapi ini melodinya bukan sembarang lagu karena kami memilihnya lagu daerah hehe. Biar adik-adiknya gak cuma kenal lagu-lagu pop yang sering didengar di TV, tapi juga kenal sama lagu-lagu daerah yang ada di Indonesia. Terus ada games cari harta karun, lepas tali dan yang terakhir games tebak gambar.

Alat dan bahan sudah dipersiapkan, materi buat dongeng pun sudah dipelajari, tapi sepertinya hari itu tak sesuai rencana. Minggu yang sepi dari kedatangan adik-adik dari biasanya karena tepat di hari itu di daerah Rubaku sedang ada acara nikahan, tapi untunglah masih ada beberapa anak yang main ke Rubaku, kira-kira 7 anak. Setidaknya kedatangan mereka membuat ramai suasana di Rubaku dari kesepian. Acara pun dimulai dengan sebuah dongeng yang berasal dari Papua tentang asal mula Burung Cendrawasih dan kebetulan aku yang kebagian tugas itu. Mulailah aku mendongeng dengan kata yang terbata-bata.. hehe maklumlah Jendelist baru belum pengalaman tapi untungnya ada Kak Ilak yang membantu menjelaskan lagi ceritanya kepada adik-adik.

Mendongeng tentang asal-usul Cendrawasih

Rencana dongeng pun berjalan dengan selingan beberapa pertanyaan yang menimbulkan tawa para Jendelist karena jawaban nyeleneh adik-adik. Karena adiknya yang hadir hanya 7 orang, beberapa rencana games yang sudah disiapkan tidak berjalan, akhirnya tercetuslah buat main petak umpet tapi kayaknya gagal mainnya karena yang jaga males buat cari yang ngumpet. Jadi gantilah permainannya dengan polisi polisian. Permainan ini dimulai dengan nyayian “kotak pos belum diisi mari kita isi dengan buah-buahan…”  sampai akhirnya semua pemain sudah mendapat nama dari buah-buahan. Permainanpun dimulai, kami cukup diam ditempat tapi yang rame sendiri malah para penonton sambil berteriak heboh “kiri-kiri… kanan-kanan… depan dikit lagi… berhenti iya disitu…“ teriak si penonton memberi panduan bagi petugas penangkap pencuri buah hehe cara bermainnya permainan ini tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, jadi kalau belum paham bisa datang langsung ke Rubaku terus ajak mainlah adik-adiknya.

Keasyikan bermain tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 12 siang, waktunya untuk istirahat. Untuk mengakhiri kegiatan, salah satu kakak Jendelist, namanya Kak Upik, mengajak foto selfie adik-adik. Tujuannya sih biar mereka merasa senang dengan kedatangan kita, para Jendelist baru, yang sebelumnya belum mereka kenal, karena biasanya dari ajakan foto kalau mereka antusias saat berfoto ria berarti mereka senang.

Menjelang evaluasi kegiatan
Sampai jumpa di keseruan berikutnya

***

Written by Fatimah Dwi. R

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *