Lompat ke konten

Pemuda-Pemudi Cilik dari Turgo

Akhirnya Minggu pagi pun tiba. Sudah lama kumenantikan setiap pagi di akhir pekan. Kini aku baru saja bergabung dengan Komunitas Jendela. Kami pagi ini memiliki jadwal berkegiatan memiliki kegiatan  di Desa Turgo, Sleman. Kunjungan ini adalah kedua kalinya aku berkegiatan di Desa Turgo. Selama menantikan para Jendelist yang lain, aku merasa tidak sabar lagi akan seperti apa jalannya kegiatan hari ini di Turgo. Alasannya, minggu lalu kami sudah berpetualang di alam bersama adik-adik yang tinggal di Desa Turgo. Akhirnya, sekitar pukul 9 pagi semua -para Jendelist berangkat ke lokasi. Hampir sejam perjalanan kami pun sampai di Desa Turgo. Seperti kunjungan sebelumnya, aku dan dua Jendelist lain menjemput adik-adik Turgo di tiap-tiap rumah dengan menggunakan motor. Jalan terjal dan curam tak membuatku menyerah untuk menjemput adik-adik agar dapat berkegiatan bersama pagi ini. Setelah menjemput beberapa anak, kami pun kembali ke lokasi tempat berkegiatan bersama, yakni perpustakaan kecil.

pemuda-pemudi-cilik-dari-turgo

Jadwal untuk kegiatan pagi ini adalah membaca buku untuk anak-anak. Mereka membaca buku yang sudah kami bawakan. Buku-buku yang dibaca pun macam-macam. Walaupun demikian, ada juga anak-anak yang melakukan aktivitas, seperti bermain puzzle dan membuat origami.

Ketika membuat origami, aku mendadak menjadi instruktur bagi anak-anak yang ingin mempelajarinya. Sebagai contoh, aku menjadi instruktur bagi anak-anak yang ingin mempelajari origami berbentuk burung. Sesekali mereka bingung namun mereka tetap berusaha mengikuti instruksiku dalam melipat kertas hingga dapat membentuk burung. Disela-sela mereka mempelajari cara membuat origami mereka juga juga bercerita santai tentang apapun dengan sesama kawan maupun denganku.

“Ada yang tau nggak tanggal 28 Oktober itu hari apa?”
“Hmm nggak tau e mbak, kenapa to?”
“Welah, tanggal 28 Oktober itu ada peringatan Hari Sumpah Pemuda”
“Oh, yang gini ya mbak. Kami, putra dan putri Indonesia bertumpah darah satu tanah air Indonesia. Eeeh… apalagi ya mbak ya?”

­­Begitulah salah satu kutipan percakapanku dengan seorang anak di Desa Turgo hari Minggu 25 Oktober lalu. Meskipun pada awalnya dia tidak mengetahui tanggal 28 Oktober adalah Hari Sumpah Pemuda, ternyata anak perempuan kelas 3 Sekolah Dasar (SD) ini mengerti bunyi dari ikrar sumpah pemuda. Dengan malu-malu dan terbata-bata dia pun melanjutkan sembari membuat origami bersama. Ya, hari itu agenda para Jendelist di Desa Turgo adalah mengajak adik-adik untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda. Sudah dari jauh-jauh hari kami mempersiapkan apa saja yang akan dilakukan di sana. Awalnya, kami mengajak semua anak untuk berkumpul di dalam perpustakaan. Selanjutnya, para Jendelist mulai membagikan peralatan seperti kertas, gambar, pewarna, gunting, lem, dan sebagainya yang nanti semua itu akan kami sulap menjadi mahkota bertemakan Sumpah Pemuda.Anak-anak sangat antusias mengetahui adanya aktivitas tersebut. Mereka langsung menyabet alat-alat yang ada. Mereka memilih gambar yang akan digunakan untuk menghias mahkota. Mereka saling pinjam-meminjam pewarna, dan sesekali diantara mereka meminta tolong kami untuk membantu merancang mahkota buatan mereka. Suasana membuat mahkota pun sangat menyenangkan dengan candaan dari Jendelist dan anak-anak di sana. Kami dan anak-anak tetap kosentrasi dalam membuat mahkota Sumpah Pemuda walau dengan suasana yang santai.  tapi santai dalam membuat mahkota Sumpah Pemuda. Hasil karya mereka membuktikan bahwa ternyata anak-anak Turgo sangat kreatif. Dengan peralatan yang ada, mereka dapat menghasilkan buah karya berupa mahkota Sumpah Pemuda yang beragam dan bervariasi. Semua anak senang dan bangga dengan mahkota yang telah dibuat.

Setelah semua selesai membuat mahkota Sumpah Pemuda, para Jendelist mengkondisikan ruangan agar dapat  mengatur adik-adik dan Jendelist dalam barisan. Karena jadwal aktivitas berikutnya adalah bernyanyi! Semua mengambil posisi dalam tiga baris bertingkat. Posisi mereka ada yang duduk, dan ada yang berdiri. Kemudian salah satu Jendelist memutarkan instrumen lagu wajib nasional yang berjudul “Bangun Pemudi Pemuda”. Tak sampai hitungan menit, seluruh ruangan pun dipenuhi suara nyanyian para Jendelist dan adik-adik Turgo yang dengan lantang. Meskipun anak-anak masih sedikit asing dengan lagu wajib tersebut, namun mereka tetap bernyanyi sembari membaca teks yang disediakan. Tak hanya itu, kami juga memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menyanyikan lagu wajib yang mereka hafal. Merekapun meminta untuk menyanyikan lagu ”Berkibarlah Benderaku”. Dengan di-dirigen-kan salah satu Jendelist, mereka mulai bernyanyi dengan penuh semangat.

Berdasarkan pengalaman yang aku dapatkan dari kegiatan komunitas Jendela hari ini di Desa Turgo adalah mereka memiliki semangat nasionalisme walau kini mereka hidup di tengah gempuran era modern dan globalisasi. Mereka tetap antusias memperingati Hari Sumpah Pemuda walau dengan sederhana. Mereka juga mau mempelajari lagu-lagu wajib nasional. Hal Ini menjadikanku sadar bahwa inilah seharusnya pemuda-pemudi Indonesia. Pemuda –pemudi dari Desa Turgo, Sleman.

pemuda-pemudi-cilik-dari-turgo-1  pemuda-pemudi-cilik-dari-turgo-2

Ditulis pada Minggu, 25 Oktober 2015 oleh Nur Zahrah Yulitaningtias (@yarazhr) 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *