Lompat ke konten

Perempuan Bercerita: Representasi Penulisan Sejarah Wanita di Indonesia

Sumber Gambar : Edi Wahyono, detik.com

Laksamana Malahayati, pemimpin pasukan “janda” di Aceh dalam  salah satu pertempuran dengan VOC berhasil membunuh Cornelis de Houtman, seorang Jenderal VOC yang berhasil mendaratkan Belanda di Indonesia.

 

Malahayati mungkin satu di antara puluhan bahkan ratusan tokoh perempuan sentral dalam sejarah Indonesia. Tapi pertanyaannya adalah, apa semua murid atau orang Indonesia mengenal Malahayati?

Pertanyaan inilah yang kemudian harus dipahami bahwa dalam penulisan sejarah Indonesia, kehadiran perempuan tidak banyak mendapatkan porsi. Kita mungkin hanya mengenal Kartini, Cut Nyak Dien, atau jika minat baca kita tinggi mungkin kita akan menambah pengetahuan tentang nama pahlawan perempuan Indonesia seperti Opu Daeng Risadju, Rasuna Said, dan Siti Walidah Ahmad Dahlan. Tapi apakah kita kenal Emmy Saelan, S.K. Tri Murti, dan Sulami? Yang penasaran silahkan gugling sendiri.

Kuntowijoyo, dalam buku Metodologi Sejarah menegaskan bahwa ilmu sosial di Indonesia sangat tertinggal dengan Negara lain, terutama dalam kajian perempuan. Ia mencontohkan bagaimana dalam kurikulum pendidikan di Amerika, sejarah perempuan menjadi spesialisasi sendiri yang kita kenal dengan Teaching Womens History. Ini merupakan buku panduan untuk mempelajari sejarah wanita di tingkat SMA dan tahun pertama masuk Universitas.

Keterbatasan perempuan dalam penulisan sejarah di Indonesia disebabkan oleh posisi perempuan yang inferior sehingga sangat sulit mendapatkan ruang bagi masyarakat. Spivak menyebut hal ini dengan istilah subaltern. Penyebab lainnya adalah budaya Indonesia yang masih mengedepankan sifat patriarki. Sifat inilah yang dinilai oleh Partini, dosen Sosiologi UGM sebagai sebuah ideologi yang tertanam kuat.

Padahal jika kita mau jalan-jalan sedikit lebih jauh ke wilayah Solo, kita akan melihat bagaimana dominasi perempuan atas laki-laki terjadi. Laweyan, sebuah kampung industri batik terkenal di Surakarta mengenal istilah mbok mase atau nyah nganten sebagai seorang juragan batik yang memiliki peran penting sejak dari pengolahan batik, dan penjualan batik serta mengelola keuangan.

Atau mungkin cerita tentang Nyai, sebuah istilah yang sekarang terkenal karena novel roman sejarah Bumi Manusia dibaca hampir semua kalangan anak muda karena faktor Dilan di dalamnya. Istilah Nyai sendiri, merupakan sebuah nama lain dari kata gundik atau pelacur. Tentu saja bukan pelacur biasa, karena mereka melacurkan kehidupan mereka dengan menikahi lelaki Eropa di Hindia Belanda. Apakah ini salah? Tentu tidak sepenuhnya. Karena dengan kehadiran Nyai, banyak anak-anak Eropa yang nantinya akan bersimpati terhadap perjuangan Hindia Belanda. Hal ini disebabkan peranan Nyai dalam membesarkan anak mereka dengan telaten dan baik, sehingga mereka berkembang menjadi anak yang memiliki empati. Tentu tidak semua. Salah satunya yang mungkin kalian kenal ialah Douwes Dekker.

                                                                                                                                                Kusno, 11 Januari 2019   

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *