Lompat ke konten

Peri Kecil Tak Bersayap

Peri Kecil Tak Bersayap

Kebahagiaan tidak akan habis hanya karena membaginya. Ketahuilah, kebahagiaan bertambah ketika kamu bersedia untuk berbagi. Istimewa sekali hari ini. Waktu yang telah mempertemukanku dengannya, sosok peri kecil yang “menamparku” dan membuatku termenung seketika di sore itu.

“Ih, kamu curang. Boni adalah seorang kancil yang pejuang keras…” dia mengawali bacaan dengan semangat dan lancar. Amel namanya. Kemudian Rasti, Riska, bergantian membaca. Jam menunjukkan sekitar pukul 14.45, adzan pun berkumandang. Seketika itu, Amel ijin ke kamar mandi “Mba, aku ke belakang sebentar ya, mau pipis” Lalu aku mengiyakan dan melanjutkan perhatianku ke Panji yang sedang meneruskan bacaannya. Sampai sesi membaca yang terakhir, oleh Surya, Amel pun belum kembali juga. Rasti bertanya cemas, “Mbak Amel mana kok lama banget, padahal kita udah mau berangkat nyari harta karun.” “Sabar Rasti, Mbak Amel lagi pipis. Kamu perhatiin Surya baca ya, biar nanti kita bisa jawab pertanyaan-pertanyaan di pos. ”

Rangkaian kegiatan “Pencarian Harta Karun” pada Minggu (20/11/16). Kami berpindah dari satu pos ke pos lain.
Rangkaian kegiatan “Pencarian Harta Karun” pada Minggu (20/11/16). Kami berpindah dari satu pos ke pos lain.

Beberapa menit kami lalui bersama dengan adik-adik, canda tawa sekejap tercipta. Belum ada yang spesial menurutku, ya mereka selayaknya anak kecil biasa. Nah, ketika di pos terakhir jam menunjukkan sekitar pukul 16.00. Di pos terakhir ini, letaknya tak jauh dari balai warga dan mushola dekat Perpus Jendela. Sambil menunggu kelompok lain mencari harta karun, kelompok kami istirahat sejenak sambil menikmati jajan (harta karun itu). “Mbak, kok harta karun isinya jajan bukan berlian atau emas?” tanya Rasti. Sontak aku tertawa dan dalam batin berkata, haha anak jaman sekarang cerdas cerdas yah, lucu lucu. “Mel, sekarang jam berapa?” tanyaku kepada Amel sambil melihat jam tangannya, pukul 16.04. “Mbak Nisa udah sholat?” tanya Amel. “Belum Mel, kan tadi kita mulai acaranya sebelum ashar jadi ngga sempet sholat dulu.” jawabku. “Tadi pas adzan, kan aku ijin ke kamar mandi, padahal aku sholat ashar Mbak. Ibu bilang, sholat itu harus diduluin daripada semua kegiatan.” Deg, Masya Allah hatiku langsung terenyuh, terpukul, tertampar dan malu. Tanpa ada jawab, aku hanya bisa menunduk malu.

Amel dan yang lain masih menikmati jajan dari harta karun itu, kali ini permen ceker yang Amel buka. “Mbak Nisa mau permen ini?” tanya Amel sambil menyodorkan  permen itu. “Ngga Mel, buat kamu aja. Kan kamu yang menangin harta karun hehehe.” jawabku. “Ngga papa Mbak, kan kita menang bareng-bareng. Ini Mbak gigit permennya.” bujuk Amel. “Ya udah Mbak mau, tapi kamu dulu aja yang nggigit permennya Mel, nanti baru aku.” Sahutku. “Ngga papa, Mbak Nisa dulu aja, ini.” Aku menggigit ujung permen itu. “Kata ibu, kita harus menghormati yang lebih tua, misalnya menawarkan makanan sama orang yang lebih tua dulu, baru kita ikut makan.” Uuuuuh, kedua kalinya hatiku “ditampar” sama Amel (wkwk alay yah).

Amel dan Riska sedang bermain oper karet sehabis mencari harta karun.
Amel (kiri) dan Riska (kanan) sedang bermain oper karet sehabis mencari harta karun.

Acara sore itu sudah hampir selesai, semua kelompok sudah menemukan harta karunnya. Yeeeeey sesi foto dimulai. Semua Jendelist dan adik-adik Jendela antusias mengambil posisi untuk berpose di hadapan kamera.Namun, lagi-lagi tingkah Amel berbeda dengan anak yang lain. Disaat yang lain dengan cerianya berpose ala model selebgram, Amel malah ketakutan dan tidak mau menampakkan dirinya untuk mengabadikan momen bersama. “Kamu kenapa Mel? Kok nggak mau diajak foto bareng?” tanyaku. Lalu dengan suara yang lirih dia pun menjawab, “Nggak papa kok Mbak, aku nggak suka difoto Mbak. Nanti auratku kelihatan Mbak, soalnya aku salah kostum Mbak, aku ngga pake kerudung. Lagi pula aku memang ngga suka difoto Mbak.” Dan lagi, aku ‘tertampar’ oleh Amel. Anak sekecil itu sudah pintar menjaga aurat, nah sedangkan aku? Masih perlu dipertanyakan. Mungkin cukup, tiga ‘tamparan’ perkenalan ini. Aku harap, akan ada ‘tamparan-tamparan’ lain dari adik-adik Jendela yang membuat aku instrospeksi diri, memperbaiki diri. Luar biasa sekali, di zaman yang canggih ini, banyak anak yang sudah kecanduan gadget, tapi nggak menyurutkan mereka untuk belajar agama, mengaji. Semoga, kita bisa melahirkan generasi muda yang taqwa, mandiri, cendekia, Aamiin (btw kaya visi UNY -___-)

“Semoga generasi muda kita bertaqwa, mandiri, dan cendekia. Aamiin.”
“Semoga generasi muda kita bertaqwa, mandiri, dan cendekia. Aamiin.”

Catatan: Aku pingin ketemu, kenal, dan belajar dari orang tuanya Amel. Pingin sharing gimana sih cara mendidik anak yang baik dan benar, karena yang baik belum tentu benar -_- Karena backgroundku kan pendidikan, dan nantinya aku bakal jadi seorang ibu, pelajaran ini berharga banget. Terima kasih Jendela Jogja yang udah mengenalkan aku sama Amel, sayang Amel…

 

Oleh : Annisa Wardah

 

1 tanggapan pada “Peri Kecil Tak Bersayap”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *