Tiga rumah berjajar. Beberapa bangunan serupa berukuran lebih besar berhadapan dengan tiga rumah tersebut, juga terdapat dua gerbang pagar yang tidak terlalu besar berada di sisi yang berlawanan satu sama lain. Mungkin begitulah sedikit deskripsi dari sebuah panti asuhan yang letaknya berada sekitar 17 km dari kota Yogyakarta atau tepatnya di jalan Kaliurang km 17. Berkonsep dasar homey , di mana anak-anak yang tinggal di panti asuhan ini dibagi untuk menempati beberapa rumah yang saling ‘bertetangga’ satu sama lain. Semacam komplek yang mempunyai beberapa rumah. Di setiap rumah terdapat satu pengasuh dan setiap anak yang sudah remaja atau dewasa bertanggungjawab atas adik-adiknya. Ya, mereka yang tinggal di panti ini dilatih untuk saling melindungi satu sama lain.
Pagi itu hari Minggu 20 September 2015, sekitar pukul 10 kami para jendelist berkesempatan untuk mengunjungi panti asuhan “Hamba”, nama dari panti asuhan ini. Beberapa anak kecil berusia sekitar 7-10 tahun datang menyambut kami yang masih berkumpul di serambi depan panti asuhan ini. Tak lama kemudian disusul oleh adik-adik lain baik yang masih balita maupun yang sudah mulai tumbuh remaja. Cheerful and friendly , begitulah kesan pertama yang mereka suguhkan untuk kedatangan kami. Berawal dari perkenalan kami sebagai komunitas jendela, dilanjutkan dengan ice breaking yang diisi dengan berdiri sambil bernyanyi “marina menari” dan “pundak lutut kaki”, adik-adik di panti asuhan ini sangat antusias dalam mengikuti rangkaian acara yang kami buat. Setelah suasana dirasa hangat, kami mengajak adik-adik untuk menonton video yang bertemakan handphone , yang mana tema ini merupakan saran dari para pengasuh yang berada di panti asuhan ini. Video yang kami putar mencakup perkenalan, keuntungan, bahaya dan kerugian handphone. Tentu saja, adik-adik menyimak dengan cukup baik video yang kami putarkan. Hal ini terbukti setelah pemutaran video selesai, kami mengajukan beberapa pertanyaan tentang video tersebut dan mereka sangat antusias untuk memberikan jawaban mereka. Untuk mencairkan suasana lagi, kami mengajak adik-adik bermain sekaligus bernyanyi ‘sedang apa’ dan salah satu ibu pengasuh panti juga mengikuti permainan ini.
Selanjutnya kami mengelompokkan adik-adik berdasarkan usianya atau tingkat sekolahnya. Adik-adik yang masih duduk di PAUD kami ajak untuk mewarnai gambar yang sudah kami sediakan sebelumnya. Adik-adik dari TK sampai kelas 5 SD kami ajak untuk beropini tentang gambar tanpa keterangan serta mewarnai, dan adik-adik yang sudah remaja kami ajak bermain dan bertukar cerita. Kami sangat senang dan juga kagum melihat respon mereka yang sangat ramah serta terbuka terhadap kami para jendelist yang notabene orang asing yang baru mereka kenal. Tidak ada rasa takut atau rasa minder yang mereka pancarkan dari wajah mereka. Kami bermain domikado, berfoto, & bercanda seperti orang yang sudah berteman lama. Setelah waktu menunjukkan pukul 12, kami mendekati acara terakhir yaitu penutupan. Beberapa adik terlihat sedih waktu mengetahui bahwa kami akan pulang. Sempat salah satu jendelist bertanya dengan adik yang bernama Putri “Emang Putri seneng ya kalo kakak-kakaknya pada main kesini?” lalu ia menjawab “Iya mbak, mbok mbaknya main disini selamanya”. Sedih, terharu, bahagia semua jadi satu. Tapi yang jelas, pelajaran yang bisa kami ambil adalah tidak ada yang lebih membahagiakan daripada membuat orang lain bahagia.
By : @sune4869 @anindyati