Lompat ke konten

Tawa Merekadi awal Oktober

 7 Oktober 2012

Wake me up when September ends. Alright, Jendela benar-benar harus terbangun untuk bersayonara dengan bulan September dan bergegas mempersiapkan bulan penuh semangat: Oktober. Pada Oktober ini, Jendela punya program  “Semangat Pemuda”. Di penghujung bulan tanggal 28 Oktober nanti, kami punya misi melaksanakan upacara Sumpah Pemuda di shelter bersama adik-adik dan warga setempat. So, tema kegiatan di minggu pertama oktober yaitu “Get Ready for the October Mission”. Persiapan yang kami lakukan di antaranya memilih petugas upacara dari adik-adik shelter Gondang I, selain itu materi seputar Indonesia tak pernah ketinggalan kami berikan yaitu: Bagaimana sejarah nama Negara kita “Indonesia”?

But wait! Eh Jendela! Ada yang baru nih, siapa 3 gadis kinclong di sebelah sana?

Yap! Merekalah Indra, Kirana, dan Tia. Mahasiswi program student exchange UNY asal China. Kok bisa ada mereka? Ya bisa aja. Adalah mba Szasza, sekretaris Jendela sebagai agen yang menjembatani terciptanya keikutsertaan mereka dalam kegiatan minggu itu. Ringkasnya, mba Szasza mengenalkan Jendela pada mereka, bahwa Jendela merupakan blablabla, dengan kegiatan blablabla,intinya mereka tertarik pengen ikut kita ke shelter.

Terus mereka kita boyong ke shelter gitu aja? Gak semudah itu loh. Awalnya Indra bilang kalo mereka hanya berdua dengan Kirana yang mau ikut ke shelter, jadilah Puput dan Mentari yang menjemput. Tapi ternyata, mereka bertiga karena ada Tia ngintil. Nah langsung deh minta tolong mas Heri yang lagi bantu para Jendelist yang lagi fund raising jualan di sunmor untuk menyusul kami di Gudeg Sagan tempat Indra dkk menetap. Selanjutnya, ada satu lagi hal yang mengganjal. Mereka tidak berhelm! Salah kami juga sebenernya karena ga kepikiran nanya sebelumnya apakah mereka punya helm. Ide muncul tiba-tiba untuk melewati lampu merah tanpa peduli helm. No way! Yes way.. Jadilah kami melewati jalan raya yang aman dari polisi lalu lintas menuju ke kontrakan Jendelist Iik dan Hasyim demi meminjam helmnya, maksud kami meminjam semua helm yang ada di kontrakan.

Belum beranjak dari halaman kontrakan Iik, hati saya tergerak untuk mengecek perlengkapan materi di shelter. Ehm.. cek and ricek, gambar-gambar dari kertas yang udah dibuat untuk materi “sejarah nama Indonesia” mana ya? Hilang bro kayanya.. miapa?? Get chaos inside, stay cool outside. Well, singkat cerita setelah menengok di kontrakan Puput (siapa tahu ketinggalan di kamar) dan alhasil ga ada juga, yok lah langsung berangkat aja ke shelter. Just run the plan B then..

Sesampainya kami di shelter, sudah ada beberapa anak sedang berayunan di halaman perpus: Erna dan adiknya si super aktif, Fatah. Seperti biasa, terlontar pertanyaan dari mereka: “mbak kita mau ngapain hari ini?”. Sabar ya adik-adikku.. mari kita panggil dulu adik-adik shelter yang lain untuk berkumpul. Mari semuaaa… kami pun bergandengan tangan penuh suka cita menjemput yang lain.

Setelah berkumpul, perkenalan dengan 3 gadis Chinese: Indra, Kirana, dan Tia berjalan akrab. Lanjut pada materi pengenalan sejarah nama Indonesia pun dimulai. Teknisnya, kami membacakan terlebih dulu bagaimana sejarah nama Indonesia disematkan sebagai nama Negara kita. Kemudian, membuat ilustrasi sederhana yang menggambarkan secara ringkas alur penemu nama Indonesia. Kalau saja rencana A tidak ada masalah, kami hanya tinggal tempel gambar dan mempersingkat waktu penjelasan. Namun, semua tetap berjalan baik dengan rencana B. Kami membuat lagi gambar ilustrasi bersama adik-adik, and it’s getting better anyway. Mereka antusias memotong-motong origami. Ditambah lagi dengan kakak-kakak Chinese yang ikut berkreatif ria mengajarkan cara membuat bentuk love dan burung kertas. Di sela-sela keriuhan ini, Kak Tia memperdengarkan suaranya menyanyikan lagu hits Indonesia “Perahu Kertas”. Bahasa Indonesianya bagus loh, bangganya 😀

Setelah materi Pengenalan Indonesia rampung, sesi selanjutnya memilih petugas upacara hari Sumpah Pemuda. Terbelalak mata mereka ketika mendengar rencana upacara yang untuk pertama kalinya akan diadakan di shelter.

“upacara neng kene ho’o mbak?”

“aku sing moco doa waelah, mbak.”

“aku UUD, mbak.”

Setelah tunjuk sana tunjuk sini, diskusi campur fantasi, dipilihlah pengemban tugas mulia itu. Pengibar bendera: Semi, Erna, & Diah. Ada Mike sebagai protokol, Arum sebagai dirijen, Ayu sebagai pembaca UUD. Yeaaaaay! Karena tidak semua anak ikut hadir kemarin, petugas yang lain menyusul.

“Langkah tegak maju jalan! Hap hap!” Suara mba Sela mengayomi mereka yang latihan berbaris menjadi pengibar bendera di balai dusun. Di sudut lain, Mike dan Ayu “latihan vokal” untuk membaca protokol dan UUD. Mba Mentari menghandle Arum yang luwes latihan dirijen. Tergelitik saya melihat mereka, antusiasme mereka yang begitu tinggi mempersiapkan upacara, mungkinkah terus bertahan sampai nanti tua?

Sebelum waktu zuhur, latihan upacara disudahi dulu. Merasa badan mulai letih, let’s have fun together 😀

“Do mi ka do mi ka do es ka es ka do es ka do bea beo

Cis cis one two three four five six seven eight nine TEN!”

Hayolooo, masih ingat permainan ini? Permainan tepuk estafet ini masih hidup di dunia anak-anak saat ini ternyata, terutama anak-anak di shelter ini. Gelak tawa dan tatapan bingung 3 kakak Chinese yang ikut bermain ditambah suara nyaring anak-anak meriuhkan suasana di balai dusun.

Dalam dunia anak, bermain memang tak cukup satu. Setelah berdomikado, anak-anak mengajak beryamkorambeyamko – bergandengan tangan sambil menari berputar menyanyi lagu khas papua “Yamko rambe yamko”. Lagunya yang cukup panjang, membuat kami menari berputar cukup lama dan  otomatis berpusing-pusinglah kami setelahnya. Lelucon dan tingkah pola lucu mereka melahirkan tawa yang tak henti-hentinya tersirat di wajah kami dan adik-adik.

Ini yang kami suka, ini yang membuat penat kami sirna. Sumber semangat kami untuk kembali ke shelter: kemeriahan tawa mereka.

“Tertawalah, seisi dunia akan tertawa bersamamu; jangan bersedih karena kau hanya akan bersedih sendirian.”

 ? Andrea Hirata, Edensor

By Pendi Lestiani N. Putri