“Kamu ngapain sih gak nyari kerja yang bener? Malah main-main terus sama anak-anak?”
“Kamu gak mau nikah apa? Nikah kan pake uang? Anak-anakmu nanti mau dikasih makan apa?”
“Siapa nanti yang mau ngurus orang tuamu kalo kamu malah sibuk di kegiatan sosial kayak gini?”
“Yah emang, daripada nganggur kan pan, mendingan kamu bikin komunitas kayak gini, lumayan ngisi waktu luang daripada bengong.”
“Kamu ikut kerja di tempatku aja, adalah kalo buat makan dan nabung. Daripada malah kumpul-kumpul gak jelas gitu ama anak-anak.”
“Wah! Bikin LSM nih! Banyak duitnya tuh! Ajak-ajak ya ntar kalo dah maju!”
“Semangat deh, aku ikut doain, sori kalo sekarang aku belum bisa bantu apa-apa. Kebutuhanku masih banyak nih, aku mau beli mobil baru.”
Dan masih banyak lagi komentar pedas dan nyinyir yang dilemparkan ke telingaku tentang keputusanku untuk tinggal di Jogja dan membangun Komunitas Jendela ini. Percayalah, gak semua komentar itu bisa aku jawab dengan tersenyum. Kadang-kadang memang bikin panas kuping, dan mangkel tentunya. Beberapa kali aku juga merasa ragu apakah pilihanku unu tepat, apakah memang berbagi tawa bersama anak-anak adalah passionku yang kesekian. Namun, aku masih disini juga ternyata, setelah empat bulan lebih. Setelah orang-orang datang silih berganti. Sekarang aku ingin memikirkan ulang, apa yang membuatku tetap bertahan disini.
- Tanggung jawab. Itu yang pertama terlintas di pikiranku. Aku bertanggung jawab pada teman-teman yang pada awalnya membangun Jendela bersama-sama. Aku bertanggung jawab pada volunteer yang datang dan pergi, yang menitipkan rindu mereka kepada senyum anak-anak. Aku juga merasa bertanggung jawab kepada para donatur yang sudah memberikan banyak bantuan demi terciptanya sebuah senyuman polos. Yang terutama, aku merasa bertanggung jawab kepada Indonesia, karena masih banyak anak-anak yang kekurangan akses pendidikan, sedangkan aku dahulu selalu membuang-buang waktuku. Ya, tanggung jawab adalah alasan pertama.
- Mimpi. Itulah yang kedua. Aku punya sebuah mimpi dimana Indonesia akan menjadi lebih baik, dan pendidikan adalah salah satu jalan untuk mencapai mimpi itu. Tidak usah terlalu muluk-muluk, satu perpustakaan saja untuk satu daerah. Satu anak saja yang mendapatkan pengetahuan dengan cara yang berbeda dari sekolah mereka sehingga mereka tahu bahwa belajar itu menyenangkan. Itu bisa mengubah dunia pastinya. Seperti seorang Helen Keller yang bertemu Annie Sullivan. Seorang anak yang akhirnya merubah dunia. Itulah mimpiku.
- Bahagia. Alasan ketiga adalah karena aku bahagia disini. Walaupun aku harus pontang-panting kadang-kadang karena gak punya uang untuk maka, dan kadang memandang penuh iri pada teman-teman yang bisa mengganti handphone mereka dengan gadget terbaru, tapi aku bahagia. Aku bahagia melihat anak-anak yang tertawa lepas. Aku bahagia melihat kelucuan-kelucuan yang terjadi saat para volunteer menjalankan tugasnya. Aku bahagia bergadang semalaman memikirkan langkah-langkah Jendela ke depannya. Aku bahagia mengkhawatirkan adakah volunteer baru yang akan menggantikan mereka yang telah mengembangkan sayap dan pergi. Aku bahagia disini.
- Faith. Maaf jika saya menggunakan bahasa inggris untuk poin keempat, karena kata “kepercayaan” atau “keyakinan” gak kerasa setepat kata “faith”. Ya, aku yakin sekali, Komunitas Jendela ini akan merubah pendidikan Indonesia. Suatu hari nanti, anak-anak Indonesia akan belajar ilmu pengetahuan, bukan menghafal ilmu pengetahuan. Suatu hari nanti, anak-anak Indonesia tidak hanya terpaku dengan paradigma: Sekolah tinggi-lulus-kerja-nikah-punya anak-mati. Suatu hari nanti, Indonesia akan melihat anak sebagai manusia yang punya pikiran mereka sendiri, bukan sebagai kertas kosong yang ditulisi oleh banyak guru yang berebutan ingin anak itu menjadi seseorang yang luar biasa. Karena itulah, aku harus tetap bertahan disini. Membangun Jendela sedikit demi sedikit bersama dengan teman-teman semua.
Dan dibawah ini adalah komentar beberapa orang yang terus membuatku bersemangat:
“Keren banget! Aku bantu!”
“Maaf, aku cuma bisa bantu hari sabtu aja, karena senin sampe jumat aku kerja.”
“Aku dah keterima kerja mas, sukses terus ya dengan Jendela, aku bantuin terus kok dari jauh!”
“Aku gak di jogja mas, nanti aku bantu retweet dan publish di blog aja ya.”
“Makasih mas dah dikabari terus, maaf belum bisa berpartisipasi.”
“Mas Topaaannn, bacaiiin bukuuuu lagiiii.”
“Sukses pan! Kamu pasti bisa mengubah dunia!”
NB: Mudah kan membuatku tersenyum?
Salut untukmu bang. sebenernya aku sendiri tertarik dg jendela karena kata ‘perpus’ dan ‘volunteer’. saat ini jujur saja aku belum bisa membantu secara finansial, hanya tenaga , pikran dan waktu yang kupunya. jadi, hanya ini yg bisa kutawarkan. aku menyukai buku dan berencana punya perpustakaaan pribadi. terbuka untuk semua orang. hanya saja masih jauh sepertinya ke arah sana. jadi aku seneng bisa masuk kesini walopun aku juga belum bantu sih. alasan kedua aku ke jendela adalah aku pingin punya sekolah gratis yang berkualitas. dengan aku ikut ini mungkin akau bisa belajar dan mencari link untuk bisa mewujudkan mimpiku ini. masih jauh juga sih tercapainya tapi aku dah punya gambaran tentang ini kok. mohon dukungannya ya 🙂
satu lagi mas, mungkin kamu ga tau tapi ini semua bakal ada balasannya. seperti sesorang berkata padaku “pay it forward”. it won’t end here..
Best Regards,
Leelee
Thanks Leelee! Ayo, bangunlah mimpimu sendiri! Kita semua tak ada artinya tanpa mimpi. Masuk ke Jendela mungkin bisa jadi jalanmu meraih mimpimu. Semangat!
Yup…kamu memang pemimpin yang hebat mas!
Dan seperti yang aku tulis di kata pengantar tesisku:
“Entah dengan alasan apa, aku begitu yakin Komunitas Jendela akan menjadi sebuah komunitas besar yang bermanfaat bagi pendidikan anak bangsa.”
Aku percaya,,seperti halnya kamu percaya, bahwa jendela ada untuk memajukan pendidikan bangsa…dan mimpi itu akan jadi nyata! Let’s prove it ^_^
Amiiinnn.. Mimpi itu akan jadi nyata! Terus ingetin aku dan ajari aku ya Prie walaupun kamu dah jauh… Aku nulis post baru karena komenmu ini: http://blog.komunitasjendela.org/tentang-kepemimpinan/
lanjut di sini toh? hemm….SEMANGAT SEMANGAT Pan. Oh ya, daripada rapat tiap minggu buat diskusiin program mulu, sesekali mbo ya dipake tu buku yang Prie kasih dan belajar bareng2 tentang games anak-anak (keahlian Toni dan Ipul perlu tu tuk ditularkan ke relawan lain) dengan praktek langsung (jadi ingat rapat di asrama mbak icha dan praktek langsung). Meski program belum jalan tapi relawan udah dapat bekal tuk pedekat ke anak-anak.
Iya maaam, itu salah satu rencana Jendela, ngadain training buat volunteer… nanti deh ketika kita gak ada bahasan lain… paling enak emang udah selesai puasa tuh kayaknya…
“Ajak-ajak ya ntar kalo dah maju!”
^^ ndak suka banget kalo ada orang yang ngomong kaya begini, bernada oportunis dan ga mau usaha banget kelihatannya cmiiw
hehehe… orang kan beda2 ri… kadang cuma bisa tersenyum simpul saking bingungnya mau komentar apa…
Mantan toa-nya Jendela hadiiir.. 😛
segala perjuangan kita di Jendela ga akan sia-sia kok, mas 🙂
Aku percaya, ga akan sia-sia. 😀