Minggu 6 desember 2015 pukul dua siang waktu itu hujan, saya datang ke Balai RW 19 Sadang Serang yang kelihatan lebih sepi dibandingkan dengan Minggu sebelumnya di waktu yang sama. Ada dua kakak (Kak Nisa dan Kak Sidiq) dan beberapa adik jendela disana, menunggu, bermain dan beberapa dari mereka sedang membaca. Semakin ribut lagi ketika beberapa adik jendela ternyata sedang sibuk mencari buku di lemari, bahkan Nazwan, salah satu adik jendela dengan semangat mengatakan bahwa ia sudah booking 5 buku sekaligus untuk dipinjam dan dibaca di rumah. Kegiatan di jendela selalu dimulai dengan mencuci tangan, adik-adik jendela pun beramai-ramai pergi ke masjid untuk mencuci tangan menggunakan sabun. Setelah itu kembali ke Balai dan membaca do’a sebelum memulai kegiatan.
Setelah hujan mulai reda, satu kakak jendela lain (Kak Ila) datang diiringi oleh adik-adik lainnya yang juga diharuskan mencuci tangan dahulu sebelum ikut kegiatan. Adik-adik jendela mulai memilih buku-buku yang ingin mereka baca, ada yang memilih komik, buku cerita atau buku pengetahuan lainnya. Seorang adik jendela bernama Alya dengan malu-malu duduk di sudut balai sedang membaca buku pengetahuan tentang berat, dan bertanya beberapa hal seperti “Berapa berat badan kakak?”, “Kak, ton itu apa ya?”, dan pertanyaan-pertayaan lain yang membuatnya penasaran dari setiap halaman buku yang dibacanya.
Di sudut lain balai, beberapa anak yang sudah selesai membaca bermain ular tangga, dimana setelah dadu dilempar, mereka harus mengambil kartu berisi pertanyaan matematika yang harus dijawab—perkalian, pertambahan, pengurangan, pembagian—yang jika tidak bisa dijawab, tidak boleh maju. Rata-rata, adik jendela punya kemampuan hitung yang cepat Bahkan kadang lebih cepat dari saya, heuheu.
Kegiatan membaca dan bermain ular tangga selesai, adik-adik dikumpulkan dalam satu lingkara dan diberi penjelasan bahwa hari ini akan membuat wayang-wayangan yang terbuat dari kardus dan sumpit. Adik-adik sangat antusias, apalagi ketika memilih peran bianatang apa yang ingin mereka jadikan wayang. Terpilihlah para badak, singa, buaya, monyet, kancil dan jerapah dari Sadang Serang.Setelah pembagian kelompok, adik-adik jendela mulai meggunting, dan menempel dengan bantuan kakak-kakaknya.
Selain membuat wayang dari gambar binatang yang sudah disediakan, beberapa adik-adik juga berinisiatif untuk membuat wayang dari gambaran mereka sendiri. Wayang yang sudah selesai kemudian diberi nama sesuai dengan keinginan. Ada yang menamainya Bejo, Krokodil, si monyet kembar Nobisaki dan Nobikari, Sipo si badak, dan lain-lain. Kemudian, adik-adik diajak untuk membuat cerita dan bermain dengan wayang yang sudah mereka buat, dengan namanya masing-masing.
Ada Kak Nisa yang pandai bernarasi membantu adik-adik untuk memulai cerita, dengan dongeng tentang sekelompok hewan yang bersahabat dan berniat untuk menonton bola bersama, lau kemudian diajak untuk makan—tidak mau di cafe, tapi makan seblak, lalu kemudian ada Si Sippo yang berniat untuk mengganggu persahabatan mereka. Percakapan mereka yang dipaksa untuk natural dengan logat Sunda yang kental membuat kakak-kakak dan adik-adik yang lain yang menonton tertawa.
Setelah acara berdongeng dengan wayang selesai, adik jendela dan kakak-kakak memungut sampah dan membersihkan kembali balai, kemudian membaca do’a akhir majelis untuk mengakhiri kegiatan hari ini. Meskipun adik-adik yang datang tidak sebanyak biasanya (mungkin karena hujan), berapapun jumlah mereka, mudah-mudahan kakak-kakak tetap bisa menyalurkan esensi dari kegiatan jendela untuk adik-adik disini.
Bandung, 10 Desember 2015
Sincerely yours,
Amila Azka